Sabtu, 01 Februari 2014

MAKALAH PRINSIF-PRINSIF EKONOMI DALAM PETERNAKAN



BAB 1
P E N D A H U L U A N

Latar Belakang
            Keberhasilan pengembangan ternak harus memperhatikan tiga aspek penting. Ketiga aspek tersebut adalah aspek teknis, ekonomi dan sosial. Dalam aspek ekonomi selalu berhubungan dengan proses produksi. Sehingga diperlukan kaidah-kaidah pemahaman mengenai prinsip ilmu ekonomi produksi peternakan.
            Prinsip utama dalam ilmu ekonomi produksi yaitu suatu usaha untuk memaksimumkan keuntungan (profit maximization) dan meminimumkan biaya (cost minimization). Kedua prinsip ini merupakan pilar utama yang menentukan suatu performans dari usaha peternakan yang sedang dijalankan. Misalnya orang yang melakukan budidaya ayam broiler. Jika peternak tidak mampu menerapkan kedua prinsip tersebut maka walaupun produksi yang dihasilkan tinggi dan kualitas produksinya bagus, peternak tidak akan mampu untuk mengembangkan usaha budidayanya. Berdasarkan hal tersebut, kedua prinsip tersebut harus diaplikasikan dalam usaha peternakan, sehingga usahanya menjadi berkembang dan skala usahanya dapat ditingkatkan.
Dalam proses produksi tidak terlepas dari adanya input dan output. Input merupakan masukan yang diperlukan untuk kelangsungan proses produksi sedangkan output adalah hasil keluaran dari proses produksi akibat penggunaan input. Produk marginal (PM) merupakan jumlah ouput dibagi dengan jumlah input. Sedangkan tambahan ouput yang dihasilkan dari penambahan satu unit input variabel disebut Marginal Physical Product (MPP). MPP = ΔQ/ΔX1.


BAB II
P E M B A H A S A N
A.    Ekonomi dan Besarnya Usahatani
Dalam usaha meningkatkan hasil produksi total tidak hanya salah satu faktor produksi saja yang di tambah tetapi sekaligus semua faktor prduksi di naikan dalam perbandingan yang sama dua kali, tiga kali atau di tambah dengan masing-masing 50%. Dalam keadaan yang demikian maka kita tidak berbicara mengenai hubungan-hubungan proporsi melainkan hubungan-hubungan skala (scale relationship) yang berarti bahwa kini luas atau besarnya usaha tani di perbesar dengan suatu pengali tertentu.
ü  Efisiensi skala produksi
Kalau semua faktor produksi di tambah sekaligus maka hasil produksi akan naik. Ilmu ekonomi produksi berminat untuk mempelajari apakah kenaikan hasil prduksi itu dengan laju yang menaik, konstan atau menurun. Jika laju kenaikan itu menaik maka peristiwa itu di sebut efisiensi skala produksi yang menaik (inereasing return t scale) dan kalau efisiensi skala kenaikan hasil prduksi hanya sebanding atau tetap sama dengan hasil sebelumnya maka ini berarti efisiensi skala prduksi adalah tetap (konstant return t scale), sedangkan kalau kenaikan hasil prduksi menurun disebut efisiensi skala prduksi yang menurun (decreasing return to scale).
Dalam perusahaan-perusahaan pertanian besar ini kita sering menemukan istilah tidak efisien karena terlalu kecil dan untuk mencapai break-even-point (dimana biaya-biaya dapat di tutup leh penghasilan-penghasilan) di katakana harus di produksi sejumlah hasil minimum tertentu dengan faktor-faktor produksi minimum tertentu pula. Di dalam usaha tani kecil prinsip demikian dapat di terapkan pada keperluan adanya koperasi atau kerja sama di antara beberapa petani dalam menggunakan atau membeli alat-alat produksi tertentu.
Efisiensi skala produksi ini tidak saja penting bagi petani perseorangan atau kelompok petani dalam sebuah desa tetapi penting pula bagi bangsa secara keseluruhan yang berkepentingan agar penggunaan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki seluruh bangsa dapat di atur seefisien mungkin. Berhubungan erat dengan masalah ini dalam pertanian adalah mengenai perbandingan efisiensi usaha tani besar dan usaha tani kecil. Keuntungan dan kerugian masing-masing sebenarnya tidak dapat di tentukan secara umum. Faktor terpenting yang sangat menentukan adalah macam tanaman dan hasil pertanian atau peternakan yang bersangkutan.
B.     Prinsip –Prinsip Ekonomi Dalam Peternakan Dan Pertanian
Pekerjaan bercocok tanam atau memelihara ternak adalah masalah fisik, masalah penerapan dari ilmu-ilmu biologi, fisika, kimia, agronomi, dan sebagainya ke dalam usaha memproduksi berbagai jenis hasil dari usahatani. Akan tetapi, masalah bagaimana petani dalam melaksanakan tujuannya agar dapat selalu memperoleh kemampuan untuk menyelenggarakan hidupnya secara baik merupakan masalah ekonomi. Pada kenyataannya, saat ini usahatani yang ada di Indonesia adalah bentuk usahatani peralihan dari usahatani subsisten ke usahatani yang komersial. Makin komersial usahatani, maka perlu untuk memperhatikan berapa prinsip atau hukum yang penting.
Prinsip-prinsip ekonomi dalam usahatani, meliputi :
1. Prinsip Perbandingan Keuntungan Terbesar (The Principle of Comparative Advantage)
Adanya perbedaan fisik terutama kesuburan tanah dan iklim menyebabkan jenis tanaman yang cocok diusahakan di suatu daerah tidak sama. Dengan demikian, suatu jenis tanaman yang sesuai untuk diusahakan di suatu daerah belum tentu cocok untuk diusahakan di daerah lain. Akan tetapi, terdapat pula kemungkinan bahwa berbagai macam tanaman dapat tumbuh baik di suatu daerah. Oleh karena itu, petani dapat memilih jenis tanaman apa yang diusahakan yang dianggap akan dapat memberikan keuntungan.
The Principle of Comparative Advantage mengemukakan bahwa orang akan mengusahakan jenis tanaman tertentu, dari tanaman mana modal dan tenaga kerja yang dimasukkannya akan memperoleh keuntungan komparatif terbesar (keuntungan yang di dalam perbandingannya merupakan keuntungan terbesar)
Tabel perhitungan pendapatan petani dari tanaman :
No
Macam
Tanaman
Hasil Fisik
(kw/Ha)
Pendapatan
(Rp/Ha )
Biaya yang
dikeluarkan
(Rp)
Pendapatan
petani
(Rp/Ha)
1
Padi
40
200.000
50.000
150.000
2
Tebu
54
855.000
555.000
300.000
3
Tembakau
50
750.000
450.000
300.000


(daun basah)



Keterangan : angka-angka hipotesis
Dalam waktu yang sama tanaman tembakau paling menguntungkan.
2. Prinsip Biaya Oportunitas atau berimbang (The Principle of Opportunity Cost)
Prinsip ini mengatakan bahwa orang harus dapat memilih dari jenis komoditi mana dapat diperoleh pendapatan tertinggi dengan penggunaan sumber produksi sebaik-baiknya. Opportunity Cost adalah pendapatan potensial yang hilang yang dapat diperoleh dari penggunaan sumber, karena sumber tersebut digunakan untuk usaha produksi yang lain. Misalnya apabila tanah dan modal terbatas, maka sebaiknya dipergunakan untuk memelihara ternak (babi, ayam, atau sapi perah) yang dapat memberikan pendapatan bersih terbesar. Dengan menghitung pendapatan bersih dengan modal sama untuk berbagai cabang usahatani, dapat diperoleh fakta :
No.
Modal
(Rp)
Cabang Usahatani
Babi
(Rp)
Cabang Usahatani
Ayam
(Rp)
Cabang Usahatani
Sapi Perah
(Rp)
1
100.000
130.000
150.000
140.000





2
200.000
260.000
275.000
250.000
3
300.000
380.000
384.000
355.000
4
500.000
493.000
500.000
465.000
Keterangan : angka-angka hipotesis
Apabila petani mempunyai modal Rp 100.000,00 maka lebih menguntungkan mengusahakan ayam, tetapi apabila petani mempunyai modal Rp 200.000,00 maka lebih menguntungkan mengusahakan Rp 100.000,00 untuk usaha ayam dan Rp 100.000,00 lagi untuk mengusahakan sapi perah.
3. Prinsip Substitusi (Principle of Substitution)
Prinsip ini mengatakan bahwa batas dimana substitusi dihentikan terletak pada suatu titik dimana kerugisn teknik yang ditimbulkan oleh pemakaian benda substitusi menghilangkan keuntungan yang diperoleh karena nilainya rendah.
Penggantian faktor satu dengan yang lain selalu menimbulkan keuntungan teknik maka harga akan lebih tinggi atau kerugian teknik karena harganya rendah dan keuntungan ekonomik. Misalnya pada makanan ternak susunan makanan tidak dapat berubah-ubah karena akan mempengaruhi pertumbuhan lebih baik dan telur yang dihasilkan akan lebih banyak.
Makanan ternak ayam jenis A, biaya makanan tiap bulan Rp 300, rata-rata menghasilkan 25 telur. Pada suatu saat harga makanan naik dari 300 menjadi 400. Makanan ayam jenis B lebih murah yaitu Rp 200
Makanan
Biaya (Rp)
Telur (Butir)
Pendapatan (Rp)
Keuntungan (Rp)
A
3/4A+1/4B
1/2A+1/2B
1/4A+3/4B
B
400
300+50
200+100
100+150
200
25
23
21
17
12
500
460
420
340
240
100
110
120
90
40
Keterangan : Angka-angka Hipotesis
Kombinasi yang memberikan keuntungan paling besar adalah 1/2A+1/2B memberikan keuntungan ekonomik terbesar.
4.    Hukum kenaikan hasil yang makin berkurang (Law of Deminishing Return)
Penambahan suatu input tertentu akan menambah hasil, misalnya penambahan pupuk untuk meningkatkan hasil padi. Penambahan pupuk selanjutnya akan menaikkan hasil lebih lanjut, akan tetapi penambahan hasil pada penambahan pupuk yang kedua tidak sebesar penambahan hasil pada pemupukan yang pertama. Demikian apabila penambahan pupuk dilakukan terus menerus, maka penambahan hasilnya akan semakin berkurang dan pada sampai suatu titik tertentu hasilnya tidak naik lagi melainkan menurun. Gejala ini dinyatakan dalam “low of diminishing return” atau hukum kenaikan atau pertambahan hasil yang semakin berkurang.

Contoh : penggunaan pupuk untuk menghasilkan padi
Pupuk (satuan)
Hasil padi (satuan)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
15
30
39
45
49
51
53
C.    Intensifikasi Pertanian dan Hukum Kenaikan Hasil yang Makin Berkurang (law of diminishing return)
Intensifikasi dimaksudkan penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produksi yang lebih besar. Sebaliknya ekstensifikasi pada umumnya diartikan sebagai perluasan tanah pertanian dengan cara mengadakan pembukaan tanah-tanah pertanian baru. Pengertian ekstensifikasi yang demikian sebenarnya tidak tepat karena ditekankan pada akibat atau konsekuensi dari pengerjaan tanah yang tidak intensif. Kalau dalam pengerjaan tanah yang makin intensif petani terus menerus menambah tenaga modal atas tanah yang sudah ada maka dalam pengerjaan tanah yang ekstensif penggunaan tanah dan modal dikurangi untuk dipindahkan ketanah pertanian lainnya. Di Negara-negara yang kurang padat penduduknya sepeti di Eropa pada saat hukum “kenaikan hasil yang makin berkurang” itu di rumuskan maka faktor tenaga kerja mempunyai harga paling tinggi dan produktivitasnya selalu di ukur terutama dari segi produktifitas tewnaga kerja.
Di Indonesia keadaannya sangat berbeda, di antara semua faktor produksi, justru tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling murah. Dalam keadaan yang demikian jumlah tenaga kerja dapat dikatakan tak terbatas dan faktor produksi yang paling mahal adalah modal. Jadi kalau orang mempertimbangkan mana yang lebih menguntungkan intensifikasi atau ekstensifikasi maka masalahnya tidak saja merupakan masalah hukum alam mengenai terbatasnya tanah tetapi lebih-lebih lagi merupakan masalah ekonomi yang penting.
Tetapi bagaimanapun memang lama kelamaan berlakunya hukum alam tersebut tak dapat di elakkan lagi dan pada hakikatnya memang hukum kenaikkan hasil yang makin berkurang itu berlaku pula bagi semua faktor produksi. Itulah sebabnya hukum ini di nyatakan pula di dalam hukum “faktor proporsionil” (law of variable proportion), yaitu hukum yang menerangkan perilaku kenaikkan hasil produksi tambahan, bila salah satu faktor produksi variabel dinaik-turunkan dengan membiarkan faktor produksi lainnya, sehingga perbandingan jumlah (proporsi) faktor-faktor produksi berubah.
D.    Kombinasi Hasil-hasil Produksi
Dalam kehidupan nyata petani tidak saja menanam padi tetapi dalam satu tahun dapat menanam jagung, ketela dan kacang-kacangan. Disamping bertani, seorang petani dapat menggunakan modal dan tenaganya untuk bidang-bidang kegiatan ekonomi lainnya seperti berdagang atau memelihara ternak ayam dan kambing. Bagi petani yang mengusahakan tanaman tumpang sari di Gunung Kidul tujuan utamanya adalah mendapatkan hasil produksi yang optimal dari sawah atau ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-tanaman yang bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya bahan makanan sepanjang tahun.
Juga dengan cara ini resiko dikurangi. Kalau satu macam tanaman tidak berhasil maka di harapkan tanaman lainnya akan memberikan hasil. Alasan untuk mengurangi resiko kerugian dengan mengadakan semacam diversifikasi ini merupakan praktek yang biasa bagi petani yang memang biasanya tidak berdaya menghadapi kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat dikontrolnya. Selain alasan-alasan di atas, kenyataan bahwa pekerjaan pertanian bersifat musiman, mendorong petani untuk mengisi waktu-waktu dimana terdapat kekosongan pekerjaan. Banyak desa-desa yang terkenal dengan hasil-hasil kerajinan pangan yang di produksi oleh petani-petani pada saat senggang (slack season).
v  Hubungan fisik antarkomoditi
Berbagai komoditi yang di produksikan oleh petani dapat mempunyai hubungan fisik yang berbeda. Komoditi-komoditi itu dapat merupakan:
1. Komoditi gabungan (joint product)
2. Komoditi yang bebas bersaing (competitive independent products substitutes)
3. Komoditi komplementer, atau
4. Komoditi suplementer (tambahan)
v  Komoditi gabungan
Kalau dua atau lebih komoditi merupakan komoditi gabungan berarti komoditi-komoditi tersebut bersama-sama keluar dari satu proses produksi. Misalnya dedak atau katul dari penggilingan padi yang keluar bersama beras.
v  Komoditi yang bebas bersaing (substitute)
Dalam hal ini maka komoditi-komoditi yang bersangkutan berdiri sendiri dan bahkan saling bersaing. Ini berartri bahwa kalau sudah di putuskan menghasilkan komoditi yang pertama maka komoditi yang kedua tidak dapat lagi di hasilkan, atau dapat pula dikatakan bahwa kenaikan jumlah produksi barang yang satu berarti penurunan jumlah produksi barang kedua. Kalu petani sudah memutuskan menyewakan tanahnya kepada pabrik gula untuk di Tanami tebu maka ia tidak lagi dapat menanaminya dengan padi. Disamping ada faktor-faktor non-ekonomi yang menyebabkan petani memutuskan salah satu tanaman misalnya karena peraturan rayoneering atau peraturan lain yang tidak dapat dielakkan petani, tetapi pada umumnya faktor-faktor ekonomi memegang peranan yang penting.
v Komoditi komplementer
Bentuk hubungan yang ketiga antar komoditi adalah hubungan komplementer. Dalam hal yang demikian maka kenaikan produksi satu komoditi tidak menurunkan melainkan menaikan produksi lainnya. Dalam pertanian hal demikian biasanya terjadi tidak sekaligus dalam waktu yang sama tetapi dalam beberapa waktu (musim) dalam satu tahun.
v  Komoditi suplementer
Sifat hubungan yangh suplementer berada di antara sifat hubungan yang bersaingan dan komplementer. Ini berarti bahwa produksi satu komoditib dapat di tambah tanpa mempunyai pengaruh mengurangi atau menambah produksi komoditi lainnya. Juga dalam hal ini kejadiannya biasanya dalam beberapa waktu yang berbeda. Dua istilah teknis yang menggambarkan hubungan antara beberapa komoditi tersebut diatas yaitu opportunity cost dan elasticity of substitution. Opportunity cost adalah biaya yang harus di tanggung petani karena telah tidak menggunakan kesempatan terbaik (opportunity) yang dapat di pilih baik untuk menanam maupun untuk mengerjakan sesuatu. Penertian elasticity of substitution yaitu persentase perubahan produksi barang yang satu di bagi dengan persentase perubahan produksi barang lainnya.
E. Hasil – Hasil Produksi dan Biaya Produksi            
1. Efisiensi Usahatani
Efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Kalau efisiensi fisik ini kemudian kita nilai dengan uang maka kita sampai pada efisiensi ekonomi. Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu luas tanah di kali hasil perkesatuan luas. Dan ini semua kemudian di nilai dalam uang. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani. Hasil itu harus dikurangi dengan biaya-biaya yang harus di keluarkannya yaitu harga pupuk dan bibit, biaya pengolahan tanah, upah menanam, upah membersihkan rumput dan biaya panenan yang biasanya berupa bagi hasil (in-natura). Disamping itu bagi petani penyakap maka bagian hasil panen yang harus diberikan kepada pemilik tanah (yaitu kira-kira 50% dari hasil netto tergantung dari perjanjian) harus pula dikurangkan dan dimasukkan sebagai biaya. Setelah semua biaya-biaya tersebut dikurangi barulah petani memperoleh apa yang di sebut hasil bersih (hasil netto). Apabila hasil bersih usahatani besar maka ini mencerminkan rasio yang baik dsari nilai hasil dan biaya. Makin tinggi rasio ini berarti usaha tani makin efisien. Tentu saja efisien ini berbeda antara usaha tani yang satu dengan lain. Dan disinilah peranan manajemen mulai penting.
2. Biaya Uang dan Biaya In-natura
Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya yang berupa uang tunia misalnya upah kerja untuk biaya persiapan atau panggarapan tanah, termasuk upah untuk ternak, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida dan lain-lain.
Biaya-biaya panen , bagi hasil, sumbangan dan mungkin juga pajak-pajak (ipeda) dibayarkan dalam bentuk in-natura. Besar kecilnya bagian biaya produksi yang berupa uang tunai ini sangat mempengaruhi pengembangan usahatani. Terbatasnya jumlah uang tunai yang dimiliki petani lebih-lebih pasilitas perkreditan tidak ada, sangat menentukan berhasil tidaknya pembangunan pertanian. Pemakaian bibit-bibit unggul seperti bibit-bibit unggul nasional, lebih-lebih bibit PB dan Pelita memerlukan biaya uang yang jauh lebih besar daripada bibit local, terutama karena bibit-bibit unggul ini hanya tinggi hasilnya dan menguntungkan petani bila diberi pupuk buatan yang jumlahnya lebih banyak.
3. Biaya tetap dan Biaya Variable
Selain penggolongan diatas, jenis-jenis biaya produksi dapat pula dibagi dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Misalnya sewa atau bunga tanah atau yang berupa uang. Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variable karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnay produksi. Pajak dapat merupakan biaya tetap kalau besarnya ditentukan berdasarkan luas tanah (pajak tanah). Tetapi pajak itu berupa iuran pembangunman daerah (ipeda) yang besarnya misalnya ditentukan 5% dari hasil produksi netto, maka biaya itu termnasuk biaya variabel. Tetapi pengertian biaya tetap dan variable ini hanya pengertian jangka pendek, sebab dalam jangka panjang biaya tetap[ dapat menjadi biaya variabel.
4. Biaya Rata-rata dan Biaya Marginal
Bagi para perencana ekonomi yang bertugas merumuskan kebijaksanaan harga, misanya untuk menentukan harga minimum yang harus dijamin untuk petani, maka sering di tanyakan biaya produksi rata-rata kelapa atau padi kering perkuintal, yaitu biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi. Angka biaya produksi rata-rata yang demikian sangat sukar disusun karena antara daerah yang satu dengan yang lain tidak sama bahkan antara petani yang satu dengan yang lain dalam satu daerah pun bisa berbeda. Karena variasi yang besar ini maka apa yang disebut biaya produksi rata-rata menjadi kehilangan arti bila akan digunakan sebagai bahan kebijaksanaan yang benar-benar realistis bagi seluruh Negara.
Selain itu apa yang disebut biaya produksi total sering belum termasuk nilai tenaga kerja keluarga petani dan biaya lain-lain yang berasal dari dalam keluarga sendiri dan yang sukar ditaksir nilai uangnya. Yang lebih penting bagi petani adalah biaya batas yaitu tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menghasilkan satu kesatuan tambahan hasil produksi. Atau dari sudut lain dapat dikatakan pendapatan marginal yaitu tambahan pendapatan yang didapat dengan penambahan satu kesatuan biaya. Pengertian marginal selalu mengandung arti tambahan. Tambahan biaya produksi disini tidak meliputi semua faktor tetapi salah satu faktor produksi saja sedangkan faktor-faktor produksi yang lain tidak berubah. Penambahan semua faktor produksi secara serentak akan dibicarakan tersendiri di belakang. Supaya menjadi agak jelas, dibawah ini diberikan suatu contoh hipotesis dari biaya total, biaya rata-rata dan biaya marginal.
Dari contoh table 5.2 dapat dilihat bahwa walaupun harga jual padi kering perkuintal Rp. 6400, -masih lebih tinggi daripada biaya produksi rata-rata Rp. 1.783, – pada tingkat produksi 41,5 kuintal, tetapi tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk pupuk sebesar Rp. 4.000,- sudah jauh melebihi hasil tambahan sebesar Rp. 3.200,- lebih menguntungkan bagi petani untuk menghentikan penambahan pemakaian pupuk pada tingkat 250 kg dimana produksi padi kering 41 kuintal dengan pendapatan marginal Rp. 6.400,- sama dengan jual harga padi kering perkuintal. Dalam grafik yang disederhanakan , secara umum biaya-biaya dan hasil itu dapat dilihat lebih jelas.
Disini Nampak tiga buah kurva yaitu kurva biaya marginal (BM), biaya rata-rata (BR) dan biaya variable rata-rata (BVR). Kurva biaya marginal memotong kedua kurva yang lain pada titik yang paling rendah. Hal ini mudah dimengerti kalau diingat bahwa biaya rata-rata tidak lain adalah pembagian seluruh biaya dengan jumlah produksi. Biaya rata-rata akan selalu turun kalau biaya-biaya marginal nilainya melebihi biaya rata-rata maka biaya rata-rata itu sendiri mulai ikut naik, walaupaun tidak secepat naiknya kurva biaya marginal.
5. Biaya Marginal dan Pendapatan Marginal
Kalau kita berbicara dengan petani maka kita akan segera dapat mengambil kesimpulan bahwa ia lebih biasa mengukur efisinsi usaha-taninya dari sudut besarnya hasil produksi dan tidak pada rendahnya biaya untuk memproduksikan hasil itu. Hal ini mudah dimengerti kalau diingat bahwa tujuan utama produksinya adalah pendapatan keluarga terbesar agar kebutuhan makan keluarga dapat dicukupi sepanjang tahun.sebaliknya segala jerih payah atau biaya untuk memproduksikan hasil pertaniannya (pada mulanya) berupa tenaga kerja dari seluruh anggota keluarga petani tidak dinilai dalam uang. Bekerja disawah adalah kewajiban keluarga dan tidak dinilai dalam uang sehingga juga tidak dianggap sebagai biaya.
Tetapi keadaannya sangat berbeda pada pertanian yang bersifat komersial atau pada perkebunan-perkebunan besar. Tujuan produksi dalam hal ini adalah pasar dan keuntungan. Dalam pada itu setiap hasil yang dijual kepasar selalu menemui saingan yang mungkin lebih baik. kalau mutu kedua hasil di anggap sama maka pembeli akan memilih barang yang harganya murah. Dengan demikian nyatalah bahwa petani yang sudah komersial akan sangat berkepentingan. Untuk memproduksikan hasil pertanian semurah-murahnya bila ia tidak ingin menderita rugi.
Dalam kenyataannya tidak ada petani kita yang 100% komersial tetapi juga tidak ada yang 100% subsisten. Mereka pada umumnya didalam transisi dari pertanian yang subsisten ke pertanian komersial. Bagi petani-petani yang demikian maka unsure biaya produksi sudah mulai masuk perhitungannya. Namun begitu yang ada didalam pikiran petani tidaklah supaya padi dapat di produksi semurah-murahnya tetapi bagaimana cara ia dapat mencapai hasil produksi yang sebesar-besarnya dedngan sekaligus berusaha agar biaya yang harus di keluarkan terutama biaya-biaya yang berupa uang dapat ditekan serendah mungkin.
6. Kombinasi Faktor-faktor Produksi
Pertanyaan ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara ekonomis. Apabila ada persaingan sempurna di pasar faktor-faktor produksi dan hasil produksi, maka petani akan berbuat rasional dan mencapai efisiensi tertinggi bila faktor-faktor produksi itu sudah di kombinasikan sedemikian rupa sehingga rasio dari tambahan hasil fisik (marginal physical product) dari faktor produksi dengan harga faktor produksi sama untuk setiap faktor produksi yang digunakan.
Apabila pada suatu ketika pemerintah memutuskan menambah subsidi terhadap pupuk atau menurunkan tingkat bunga kredit pertanian maka petani akan harus menyesuaikan penggunaan faktor-faktor produksi yang sudah dipakainya supaya tingkat efisiensi produksinya dapat dipertahankan.
F.     Fungsi Produksi
Di dalam ekonomi fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini dituliskan sebagai:
Y = f ( X , X ………Xn )
Di mana Y = adalah hasil produksi fisik
X …………… Xn = faktor-faktor produksi
Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi maka produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi kita anggap variable (berubah-ubah) sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.
Misalnya untuk menganalisa hubungan antara produksi padi dengan tanah harus kita anggap modal dan tenaga kerja sebagai faktor produksi yang tetap (konstan). Dalam bentuk grafik fungsi produksi merupakan kurva melengkung dari kiri bawah kekanan atas yang setelah sampai titik tertentu kemudian berubah arah sampai titik maksimum dan kemudian berbalik turun kembali. Hubungan fungsional seperti digambarkan di atas berlaku untuk semua faktor produksi yang telah disebut yaitu tanah, tenaga kerja dan modal, disamping faktor produksi keempat yaitu manajemen (koordinasi atau entrepreneurship) yang berfungsi mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain sehingga benar-benar mengeluarkan hasil produksi (output).
Pembagian faktor-faktor produksi kedalam tanah, tenaga kerja dan modal adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsure-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat di rusakkan (original and indestructible properties of the soil) dengan mana hasil pertanian dapat di peroleh. Tetapi untuk memungkinkan di perolehnya produksi di perlukan tangan manusia yaitu tenaga kerja petani (labor). Modal adalah sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja yang di buat oleh manusia. Kadang-kadang modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti keseluruhan nilai sumber-sumber ekonomi on-manusiawi termasuk tanah. Itulah sebabnya bila kita menunjuk pada modal dalam arti luas dan umum (misalnya jumlah modal petani secara keseluruhan) kita akan memasukkan semua sumber ekonomi termasuk tanah tetapi diluar tenaga kerja. Pengertian umum dan luas yang demikian dipakai pula oleh petani-petani kita bila mereka mengatakan bahwa modal utama atau modal satu-satunya yang mereka miliki adalah tanah. Hal ini nampaknya cukup beralasan karena bagaimanapun juga petani sudah memasukkan berbagai unsur modal kedalam tanah misalnya pupuk (buatan dan kompos) dan air yang sudah menyumbang pada kesuburan tanahnya.



BAB
P E N U T U P

A.      Kesimpulan :
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
ü  Efisiensi skala produksi, Kalau semua faktor produksi di tambah sekaligus maka hasil produksi akan naik. Ilmu ekonomi produksi berminat untuk mempelajari apakah kenaikan hasil prduksi itu dengan laju yang menaik, konstan atau menurun
ü  Prinsip-prinsip ekonomi dalam usahatani, meliputi :prinsip perbandingan keuntungan terbesar (the principle of comparative advantage), prinsip biaya oportunitas atau berimbang (the principle of opportunity cost), prinsip substitusi (principle of substitution), dan hukum kenaikan hasil yang makin berkurang (law of deminishing return).
ü  Intensifikasi adalah  penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produksi yang lebih besar. hukum “faktor proporsionil” (law of variable proportion), yaitu hukum yang menerangkan perilaku kenaikkan hasil produksi tambahan, bila salah satu faktor produksi variabel dinaik-turunkan dengan membiarkan faktor produksi lainnya, sehingga perbandingan jumlah (proporsi) faktor-faktor produksi berubah.
ü  Kombinasi Hasil-hasil Produksi yaitu Komoditi gabungan, Komoditi yang bebas bersaing (substitute), Komoditi komplementer, Komoditi suplementer, dan Hubungan fisik antarkomoditi
ü  Hasil – Hasil Produksi dan Biaya Produksi yaitu :. Efisiensi Usahatani, Biaya Uang dan Biaya In-natura, Biaya Rata-rata dan Biaya Marginal, Biaya tetap dan Biaya Variable, Biaya Marginal dan Pendapatan Marginal dan Kombinasi Faktor-faktor Produksi.
ü  fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi input).
B.  Saran
Seorang petani atau harus memegang prinsip-prinsip ekonomi dalam pertanian atau peternakan agar dalam usaha tani atau ternak dapat menguntungkan. Dalam usaha tani atau ternak, seorang petani atau peternak sebaiknya mengalokasikan input seefisien mungkin dan memperoleh produksi yang maksimal.


DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1983. Dasar-dasar Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.
Mubyarto. 1987. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S
Soekartawi. 2002 . Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar