BAB
1
P
E N D A H U L U A N
Latar Belakang
Keberhasilan pengembangan ternak
harus memperhatikan tiga aspek penting. Ketiga aspek tersebut adalah aspek
teknis, ekonomi dan sosial. Dalam aspek ekonomi selalu berhubungan dengan
proses produksi. Sehingga diperlukan kaidah-kaidah pemahaman mengenai prinsip
ilmu ekonomi produksi peternakan.
Prinsip utama dalam ilmu ekonomi
produksi yaitu suatu usaha untuk memaksimumkan keuntungan (profit
maximization) dan meminimumkan biaya (cost minimization). Kedua
prinsip ini merupakan pilar utama yang menentukan suatu performans dari usaha
peternakan yang sedang dijalankan. Misalnya orang yang melakukan budidaya ayam
broiler. Jika peternak tidak mampu menerapkan kedua prinsip tersebut maka
walaupun produksi yang dihasilkan tinggi dan kualitas produksinya bagus, peternak
tidak akan mampu untuk mengembangkan usaha budidayanya. Berdasarkan hal
tersebut, kedua prinsip tersebut harus diaplikasikan dalam usaha peternakan,
sehingga usahanya menjadi berkembang dan skala usahanya dapat ditingkatkan.
Dalam proses produksi tidak terlepas dari adanya input dan output.
Input merupakan masukan yang diperlukan untuk kelangsungan proses produksi
sedangkan output adalah hasil keluaran dari proses produksi akibat penggunaan
input. Produk marginal (PM) merupakan jumlah ouput dibagi dengan jumlah input.
Sedangkan tambahan ouput yang dihasilkan dari penambahan satu unit input
variabel disebut Marginal Physical Product (MPP). MPP = ΔQ/ΔX1.
BAB II
P E M B A H A S A N
A. Ekonomi dan Besarnya Usahatani
Dalam usaha meningkatkan hasil produksi total tidak hanya salah satu
faktor produksi saja yang di tambah tetapi sekaligus semua faktor prduksi di
naikan dalam perbandingan yang sama dua kali, tiga kali atau di tambah dengan
masing-masing 50%. Dalam keadaan yang demikian maka kita tidak berbicara
mengenai hubungan-hubungan proporsi melainkan hubungan-hubungan skala (scale
relationship) yang berarti bahwa kini luas atau besarnya usaha tani di perbesar
dengan suatu pengali tertentu.
ü Efisiensi skala produksi
Kalau semua faktor produksi di tambah sekaligus maka hasil produksi
akan naik. Ilmu ekonomi produksi berminat untuk mempelajari apakah kenaikan
hasil prduksi itu dengan laju yang menaik, konstan atau menurun. Jika laju
kenaikan itu menaik maka peristiwa itu di sebut efisiensi skala produksi yang
menaik (inereasing return t scale) dan kalau efisiensi skala kenaikan hasil
prduksi hanya sebanding atau tetap sama dengan hasil sebelumnya maka ini
berarti efisiensi skala prduksi adalah tetap (konstant return t scale),
sedangkan kalau kenaikan hasil prduksi menurun disebut efisiensi skala prduksi
yang menurun (decreasing return to scale).
Dalam perusahaan-perusahaan pertanian besar ini kita sering
menemukan istilah tidak efisien karena terlalu kecil dan untuk mencapai
break-even-point (dimana biaya-biaya dapat di tutup leh
penghasilan-penghasilan) di katakana harus di produksi sejumlah hasil minimum
tertentu dengan faktor-faktor produksi minimum tertentu pula. Di dalam usaha
tani kecil prinsip demikian dapat di terapkan pada keperluan adanya koperasi
atau kerja sama di antara beberapa petani dalam menggunakan atau membeli
alat-alat produksi tertentu.
Efisiensi skala produksi ini tidak saja penting bagi petani
perseorangan atau kelompok petani dalam sebuah desa tetapi penting pula bagi
bangsa secara keseluruhan yang berkepentingan agar penggunaan sumber-sumber
ekonomi yang dimiliki seluruh bangsa dapat di atur seefisien mungkin.
Berhubungan erat dengan masalah ini dalam pertanian adalah mengenai
perbandingan efisiensi usaha tani besar dan usaha tani kecil. Keuntungan dan
kerugian masing-masing sebenarnya tidak dapat di tentukan secara umum. Faktor
terpenting yang sangat menentukan adalah macam tanaman dan hasil pertanian atau
peternakan yang bersangkutan.
B.
Prinsip
–Prinsip Ekonomi Dalam Peternakan Dan Pertanian
Pekerjaan
bercocok tanam atau memelihara ternak adalah masalah fisik, masalah penerapan
dari ilmu-ilmu biologi, fisika, kimia, agronomi, dan sebagainya ke dalam usaha
memproduksi berbagai jenis hasil dari usahatani. Akan tetapi, masalah bagaimana
petani dalam melaksanakan tujuannya agar dapat selalu memperoleh kemampuan
untuk menyelenggarakan hidupnya secara baik merupakan masalah ekonomi. Pada
kenyataannya, saat ini usahatani yang ada di Indonesia adalah bentuk usahatani
peralihan dari usahatani subsisten ke usahatani yang komersial. Makin komersial
usahatani, maka perlu untuk memperhatikan berapa prinsip atau hukum yang
penting.
Prinsip-prinsip
ekonomi dalam usahatani, meliputi :
1.
Prinsip Perbandingan Keuntungan Terbesar
(The Principle of Comparative Advantage)
Adanya
perbedaan fisik terutama kesuburan tanah dan iklim menyebabkan jenis tanaman
yang cocok diusahakan di suatu daerah tidak sama. Dengan demikian, suatu jenis
tanaman yang sesuai untuk diusahakan di suatu daerah belum tentu cocok untuk
diusahakan di daerah lain. Akan tetapi, terdapat pula kemungkinan bahwa
berbagai macam tanaman dapat tumbuh baik di suatu daerah. Oleh karena itu,
petani dapat memilih jenis tanaman apa yang diusahakan yang dianggap akan dapat
memberikan keuntungan.
The
Principle of Comparative Advantage mengemukakan
bahwa orang akan mengusahakan jenis tanaman tertentu, dari tanaman mana modal
dan tenaga kerja yang dimasukkannya akan memperoleh keuntungan komparatif
terbesar (keuntungan yang di dalam perbandingannya merupakan keuntungan
terbesar)
Tabel perhitungan pendapatan petani dari tanaman :
No
|
Macam
Tanaman
|
Hasil Fisik
(kw/Ha)
|
Pendapatan
(Rp/Ha )
|
Biaya yang
dikeluarkan
(Rp)
|
Pendapatan
petani
(Rp/Ha)
|
1
|
Padi
|
40
|
200.000
|
50.000
|
150.000
|
2
|
Tebu
|
54
|
855.000
|
555.000
|
300.000
|
3
|
Tembakau
|
50
|
750.000
|
450.000
|
300.000
|
(daun
basah)
|
Keterangan : angka-angka hipotesis
Dalam waktu yang sama tanaman tembakau paling
menguntungkan.
2.
Prinsip Biaya Oportunitas atau berimbang
(The Principle of Opportunity Cost)
Prinsip
ini mengatakan bahwa orang harus dapat memilih dari jenis komoditi mana dapat
diperoleh pendapatan tertinggi dengan penggunaan sumber produksi
sebaik-baiknya. Opportunity Cost adalah pendapatan potensial yang hilang
yang dapat diperoleh dari penggunaan sumber, karena sumber tersebut digunakan
untuk usaha produksi yang lain. Misalnya apabila tanah dan modal terbatas, maka
sebaiknya dipergunakan untuk memelihara ternak (babi, ayam, atau sapi perah)
yang dapat memberikan pendapatan bersih terbesar. Dengan menghitung pendapatan
bersih dengan modal sama untuk berbagai cabang usahatani, dapat diperoleh fakta
:
No.
|
Modal
(Rp)
|
Cabang Usahatani
Babi
(Rp)
|
Cabang Usahatani
Ayam
(Rp)
|
Cabang Usahatani
Sapi Perah
(Rp)
|
1
|
100.000
|
130.000
|
150.000
|
140.000
|
2
|
200.000
|
260.000
|
275.000
|
250.000
|
3
|
300.000
|
380.000
|
384.000
|
355.000
|
4
|
500.000
|
493.000
|
500.000
|
465.000
|
Keterangan
: angka-angka hipotesis
Apabila
petani mempunyai modal Rp 100.000,00 maka lebih menguntungkan mengusahakan
ayam, tetapi apabila petani mempunyai modal Rp 200.000,00 maka lebih
menguntungkan mengusahakan Rp 100.000,00 untuk usaha ayam dan Rp 100.000,00
lagi untuk mengusahakan sapi perah.
3.
Prinsip Substitusi (Principle of Substitution)
Prinsip
ini mengatakan bahwa batas dimana substitusi dihentikan terletak pada suatu
titik dimana kerugisn teknik yang ditimbulkan oleh pemakaian benda substitusi
menghilangkan keuntungan yang diperoleh karena nilainya rendah.
Penggantian
faktor satu dengan yang lain selalu menimbulkan keuntungan teknik maka harga
akan lebih tinggi atau kerugian teknik karena harganya rendah dan keuntungan
ekonomik. Misalnya pada makanan ternak susunan makanan tidak dapat berubah-ubah
karena akan mempengaruhi pertumbuhan lebih baik dan telur yang dihasilkan akan
lebih banyak.
Makanan
ternak ayam jenis A, biaya makanan tiap bulan Rp 300, rata-rata menghasilkan 25
telur. Pada suatu saat harga makanan naik dari 300 menjadi 400. Makanan ayam jenis
B lebih murah yaitu Rp 200
Makanan
|
Biaya (Rp)
|
Telur (Butir)
|
Pendapatan
(Rp)
|
Keuntungan
(Rp)
|
A
3/4A+1/4B
1/2A+1/2B
1/4A+3/4B
B
|
400
300+50
200+100
100+150
200
|
25
23
21
17
12
|
500
460
420
340
240
|
100
110
120
90
40
|
Keterangan
: Angka-angka Hipotesis
Kombinasi
yang memberikan keuntungan paling besar adalah 1/2A+1/2B memberikan keuntungan
ekonomik terbesar.
4. Hukum kenaikan hasil yang makin berkurang
(Law of Deminishing Return)
Penambahan
suatu input tertentu akan menambah hasil, misalnya penambahan pupuk untuk
meningkatkan hasil padi. Penambahan pupuk selanjutnya akan menaikkan hasil
lebih lanjut, akan tetapi penambahan hasil pada penambahan pupuk yang kedua
tidak sebesar penambahan hasil pada pemupukan yang pertama. Demikian apabila
penambahan pupuk dilakukan terus menerus, maka penambahan hasilnya akan semakin
berkurang dan pada sampai suatu titik tertentu hasilnya tidak naik lagi
melainkan menurun. Gejala ini dinyatakan dalam “low of diminishing return” atau
hukum kenaikan atau pertambahan hasil yang semakin berkurang.
Contoh
: penggunaan pupuk untuk menghasilkan padi
Pupuk (satuan)
|
Hasil padi
(satuan)
|
0
1
2
3
4
5
6
7
8
|
15
30
39
45
49
51
53
|
C. Intensifikasi Pertanian dan Hukum Kenaikan Hasil yang Makin
Berkurang (law of diminishing return)
Intensifikasi dimaksudkan penggunaan lebih banyak faktor produksi
tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil
produksi yang lebih besar. Sebaliknya ekstensifikasi pada umumnya diartikan
sebagai perluasan tanah pertanian dengan cara mengadakan pembukaan tanah-tanah
pertanian baru. Pengertian ekstensifikasi yang demikian sebenarnya tidak tepat
karena ditekankan pada akibat atau konsekuensi dari pengerjaan tanah yang tidak
intensif. Kalau dalam pengerjaan tanah yang makin intensif petani terus menerus
menambah tenaga modal atas tanah yang sudah ada maka dalam pengerjaan tanah
yang ekstensif penggunaan tanah dan modal dikurangi untuk dipindahkan ketanah
pertanian lainnya. Di Negara-negara yang kurang padat penduduknya sepeti di Eropa
pada saat hukum “kenaikan hasil yang makin berkurang” itu di rumuskan maka
faktor tenaga kerja mempunyai harga paling tinggi dan produktivitasnya selalu
di ukur terutama dari segi produktifitas tewnaga kerja.
Di Indonesia keadaannya sangat berbeda, di antara semua faktor
produksi, justru tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling murah.
Dalam keadaan yang demikian jumlah tenaga kerja dapat dikatakan tak terbatas
dan faktor produksi yang paling mahal adalah modal. Jadi kalau orang
mempertimbangkan mana yang lebih menguntungkan intensifikasi atau
ekstensifikasi maka masalahnya tidak saja merupakan masalah hukum alam mengenai
terbatasnya tanah tetapi lebih-lebih lagi merupakan masalah ekonomi yang
penting.
Tetapi bagaimanapun memang lama kelamaan berlakunya hukum alam
tersebut tak dapat di elakkan lagi dan pada hakikatnya memang hukum kenaikkan
hasil yang makin berkurang itu berlaku pula bagi semua faktor produksi. Itulah
sebabnya hukum ini di nyatakan pula di dalam hukum “faktor proporsionil” (law
of variable proportion), yaitu hukum yang menerangkan perilaku kenaikkan
hasil produksi tambahan, bila salah satu faktor produksi variabel
dinaik-turunkan dengan membiarkan faktor produksi lainnya, sehingga
perbandingan jumlah (proporsi) faktor-faktor produksi berubah.
D. Kombinasi Hasil-hasil Produksi
Dalam kehidupan nyata petani tidak saja menanam padi tetapi dalam
satu tahun dapat menanam jagung, ketela dan kacang-kacangan. Disamping bertani,
seorang petani dapat menggunakan modal dan tenaganya untuk bidang-bidang
kegiatan ekonomi lainnya seperti berdagang atau memelihara ternak ayam dan
kambing. Bagi petani yang mengusahakan tanaman tumpang sari di Gunung Kidul
tujuan utamanya adalah mendapatkan hasil produksi yang optimal dari sawah atau
ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-tanaman yang
bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya bahan makanan
sepanjang tahun.
Juga dengan cara ini resiko dikurangi. Kalau satu macam tanaman
tidak berhasil maka di harapkan tanaman lainnya akan memberikan hasil. Alasan
untuk mengurangi resiko kerugian dengan mengadakan semacam diversifikasi ini
merupakan praktek yang biasa bagi petani yang memang biasanya tidak berdaya
menghadapi kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat dikontrolnya. Selain
alasan-alasan di atas, kenyataan bahwa pekerjaan pertanian bersifat musiman,
mendorong petani untuk mengisi waktu-waktu dimana terdapat kekosongan
pekerjaan. Banyak desa-desa yang terkenal dengan hasil-hasil kerajinan pangan
yang di produksi oleh petani-petani pada saat senggang (slack season).
v Hubungan fisik antarkomoditi
Berbagai komoditi yang di produksikan oleh petani dapat mempunyai
hubungan fisik yang berbeda. Komoditi-komoditi itu dapat merupakan:
1. Komoditi
gabungan (joint product)
2. Komoditi
yang bebas bersaing (competitive independent products substitutes)
3. Komoditi
komplementer, atau
4. Komoditi
suplementer (tambahan)
v Komoditi gabungan
Kalau dua atau lebih komoditi merupakan komoditi gabungan berarti
komoditi-komoditi tersebut bersama-sama keluar dari satu proses produksi.
Misalnya dedak atau katul dari penggilingan padi yang keluar bersama beras.
v
Komoditi yang bebas
bersaing (substitute)
Dalam hal ini maka komoditi-komoditi yang bersangkutan berdiri
sendiri dan bahkan saling bersaing. Ini berartri bahwa kalau sudah di putuskan
menghasilkan komoditi yang pertama maka komoditi yang kedua tidak dapat lagi di
hasilkan, atau dapat pula dikatakan bahwa kenaikan jumlah produksi barang yang
satu berarti penurunan jumlah produksi barang kedua. Kalu petani sudah
memutuskan menyewakan tanahnya kepada pabrik gula untuk di Tanami tebu maka ia
tidak lagi dapat menanaminya dengan padi. Disamping ada faktor-faktor
non-ekonomi yang menyebabkan petani memutuskan salah satu tanaman misalnya
karena peraturan rayoneering atau peraturan lain yang tidak dapat
dielakkan petani, tetapi pada umumnya faktor-faktor ekonomi memegang peranan
yang penting.
v Komoditi komplementer
Bentuk hubungan yang ketiga antar komoditi adalah hubungan
komplementer. Dalam hal yang demikian maka kenaikan produksi satu komoditi
tidak menurunkan melainkan menaikan produksi lainnya. Dalam pertanian hal
demikian biasanya terjadi tidak sekaligus dalam waktu yang sama tetapi dalam
beberapa waktu (musim) dalam satu tahun.
v Komoditi suplementer
Sifat hubungan yangh suplementer berada di antara sifat hubungan
yang bersaingan dan komplementer. Ini berarti bahwa produksi satu komoditib
dapat di tambah tanpa mempunyai pengaruh mengurangi atau menambah produksi
komoditi lainnya. Juga dalam hal ini kejadiannya biasanya dalam beberapa waktu
yang berbeda. Dua istilah teknis yang menggambarkan hubungan antara beberapa
komoditi tersebut diatas yaitu opportunity cost dan elasticity of
substitution. Opportunity cost adalah biaya yang harus di tanggung petani
karena telah tidak menggunakan kesempatan terbaik (opportunity) yang
dapat di pilih baik untuk menanam maupun untuk mengerjakan sesuatu. Penertian
elasticity of substitution yaitu persentase perubahan produksi barang yang satu
di bagi dengan persentase perubahan produksi barang lainnya.
E. Hasil – Hasil Produksi dan Biaya Produksi
1. Efisiensi Usahatani
Efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat
diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Kalau efisiensi
fisik ini kemudian kita nilai dengan uang maka kita sampai pada efisiensi
ekonomi. Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto
produksinya yaitu luas tanah di kali hasil perkesatuan luas. Dan ini semua
kemudian di nilai dalam uang. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh
petani. Hasil itu harus dikurangi dengan biaya-biaya yang harus di keluarkannya
yaitu harga pupuk dan bibit, biaya pengolahan tanah, upah menanam, upah
membersihkan rumput dan biaya panenan yang biasanya berupa bagi hasil (in-natura).
Disamping itu bagi petani penyakap maka bagian hasil panen yang harus diberikan
kepada pemilik tanah (yaitu kira-kira 50% dari hasil netto tergantung dari
perjanjian) harus pula dikurangkan dan dimasukkan sebagai biaya. Setelah semua
biaya-biaya tersebut dikurangi barulah petani memperoleh apa yang di sebut
hasil bersih (hasil netto). Apabila hasil bersih usahatani besar maka ini
mencerminkan rasio yang baik dsari nilai hasil dan biaya. Makin tinggi rasio
ini berarti usaha tani makin efisien. Tentu saja efisien ini berbeda antara
usaha tani yang satu dengan lain. Dan disinilah peranan manajemen mulai
penting.
2. Biaya Uang dan Biaya
In-natura
Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya yang
berupa uang tunia misalnya upah kerja untuk biaya persiapan atau panggarapan
tanah, termasuk upah untuk ternak, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida dan
lain-lain.
Biaya-biaya panen , bagi hasil, sumbangan dan mungkin juga
pajak-pajak (ipeda) dibayarkan dalam bentuk in-natura. Besar kecilnya
bagian biaya produksi yang berupa uang tunai ini sangat mempengaruhi
pengembangan usahatani. Terbatasnya jumlah uang tunai yang dimiliki petani
lebih-lebih pasilitas perkreditan tidak ada, sangat menentukan berhasil
tidaknya pembangunan pertanian. Pemakaian bibit-bibit unggul seperti
bibit-bibit unggul nasional, lebih-lebih bibit PB dan Pelita memerlukan biaya
uang yang jauh lebih besar daripada bibit local, terutama karena bibit-bibit
unggul ini hanya tinggi hasilnya dan menguntungkan petani bila diberi pupuk
buatan yang jumlahnya lebih banyak.
3. Biaya tetap dan Biaya
Variable
Selain penggolongan diatas, jenis-jenis biaya produksi dapat pula
dibagi dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud
dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada
besar kecilnya produksi. Misalnya sewa atau bunga tanah atau yang berupa uang.
Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variable karena besar kecilnya
berhubungan langsung dengan besarnay produksi. Pajak dapat merupakan biaya
tetap kalau besarnya ditentukan berdasarkan luas tanah (pajak tanah). Tetapi
pajak itu berupa iuran pembangunman daerah (ipeda) yang besarnya misalnya
ditentukan 5% dari hasil produksi netto, maka biaya itu termnasuk biaya
variabel. Tetapi pengertian biaya tetap dan variable ini hanya pengertian
jangka pendek, sebab dalam jangka panjang biaya tetap[ dapat menjadi biaya
variabel.
4. Biaya Rata-rata dan Biaya Marginal
Bagi para perencana ekonomi yang bertugas merumuskan kebijaksanaan
harga, misanya untuk menentukan harga minimum yang harus dijamin untuk petani,
maka sering di tanyakan biaya produksi rata-rata kelapa atau padi kering
perkuintal, yaitu biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi. Angka
biaya produksi rata-rata yang demikian sangat sukar disusun karena antara
daerah yang satu dengan yang lain tidak sama bahkan antara petani yang satu
dengan yang lain dalam satu daerah pun bisa berbeda. Karena variasi yang besar
ini maka apa yang disebut biaya produksi rata-rata menjadi kehilangan arti bila
akan digunakan sebagai bahan kebijaksanaan yang benar-benar realistis bagi
seluruh Negara.
Selain itu apa yang disebut biaya produksi total sering belum
termasuk nilai tenaga kerja keluarga petani dan biaya lain-lain yang berasal
dari dalam keluarga sendiri dan yang sukar ditaksir nilai uangnya. Yang lebih
penting bagi petani adalah biaya batas yaitu tambahan biaya yang harus
dikeluarkan petani untuk menghasilkan satu kesatuan tambahan hasil produksi.
Atau dari sudut lain dapat dikatakan pendapatan marginal yaitu tambahan
pendapatan yang didapat dengan penambahan satu kesatuan biaya. Pengertian
marginal selalu mengandung arti tambahan. Tambahan biaya produksi disini
tidak meliputi semua faktor tetapi salah satu faktor produksi saja sedangkan
faktor-faktor produksi yang lain tidak berubah. Penambahan semua faktor
produksi secara serentak akan dibicarakan tersendiri di belakang. Supaya
menjadi agak jelas, dibawah ini diberikan suatu contoh hipotesis dari biaya
total, biaya rata-rata dan biaya marginal.
Dari contoh table 5.2 dapat dilihat bahwa walaupun harga jual padi
kering perkuintal Rp. 6400, -masih lebih tinggi daripada biaya produksi
rata-rata Rp. 1.783, – pada tingkat produksi 41,5 kuintal, tetapi tambahan
biaya yang harus dikeluarkan untuk pupuk sebesar Rp. 4.000,- sudah jauh
melebihi hasil tambahan sebesar Rp. 3.200,- lebih menguntungkan bagi petani
untuk menghentikan penambahan pemakaian pupuk pada tingkat 250 kg dimana
produksi padi kering 41 kuintal dengan pendapatan marginal Rp. 6.400,- sama
dengan jual harga padi kering perkuintal. Dalam grafik yang disederhanakan ,
secara umum biaya-biaya dan hasil itu dapat dilihat lebih jelas.
Disini Nampak tiga buah kurva yaitu kurva biaya marginal (BM), biaya
rata-rata (BR) dan biaya variable rata-rata (BVR). Kurva biaya marginal
memotong kedua kurva yang lain pada titik yang paling rendah. Hal ini mudah
dimengerti kalau diingat bahwa biaya rata-rata tidak lain adalah pembagian
seluruh biaya dengan jumlah produksi. Biaya rata-rata akan selalu turun kalau
biaya-biaya marginal nilainya melebihi biaya rata-rata maka biaya rata-rata itu
sendiri mulai ikut naik, walaupaun tidak secepat naiknya kurva biaya marginal.
5. Biaya Marginal dan Pendapatan Marginal
Kalau kita berbicara dengan petani maka kita akan segera dapat
mengambil kesimpulan bahwa ia lebih biasa mengukur efisinsi usaha-taninya dari
sudut besarnya hasil produksi dan tidak pada rendahnya biaya untuk
memproduksikan hasil itu. Hal ini mudah dimengerti kalau diingat bahwa tujuan
utama produksinya adalah pendapatan keluarga terbesar agar kebutuhan makan
keluarga dapat dicukupi sepanjang tahun.sebaliknya segala jerih payah atau
biaya untuk memproduksikan hasil pertaniannya (pada mulanya) berupa tenaga
kerja dari seluruh anggota keluarga petani tidak dinilai dalam uang.
Bekerja disawah adalah kewajiban keluarga dan tidak dinilai dalam uang sehingga
juga tidak dianggap sebagai biaya.
Tetapi keadaannya sangat berbeda pada pertanian yang bersifat
komersial atau pada perkebunan-perkebunan besar. Tujuan produksi dalam hal ini
adalah pasar dan keuntungan. Dalam pada itu setiap hasil yang dijual kepasar
selalu menemui saingan yang mungkin lebih baik. kalau mutu kedua hasil di
anggap sama maka pembeli akan memilih barang yang harganya murah. Dengan
demikian nyatalah bahwa petani yang sudah komersial akan sangat berkepentingan.
Untuk memproduksikan hasil pertanian semurah-murahnya bila ia tidak ingin
menderita rugi.
Dalam kenyataannya tidak ada petani kita yang 100% komersial tetapi
juga tidak ada yang 100% subsisten. Mereka pada umumnya didalam transisi dari
pertanian yang subsisten ke pertanian komersial. Bagi petani-petani yang
demikian maka unsure biaya produksi sudah mulai masuk perhitungannya. Namun
begitu yang ada didalam pikiran petani tidaklah supaya padi dapat di produksi
semurah-murahnya tetapi bagaimana cara ia dapat mencapai hasil produksi yang
sebesar-besarnya dedngan sekaligus berusaha agar biaya yang harus di keluarkan
terutama biaya-biaya yang berupa uang dapat ditekan serendah mungkin.
6. Kombinasi Faktor-faktor
Produksi
Pertanyaan ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani
dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi
yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara ekonomis. Apabila ada
persaingan sempurna di pasar faktor-faktor produksi dan hasil produksi, maka
petani akan berbuat rasional dan mencapai efisiensi tertinggi bila
faktor-faktor produksi itu sudah di kombinasikan sedemikian rupa sehingga rasio
dari tambahan hasil fisik (marginal physical product) dari faktor
produksi dengan harga faktor produksi sama untuk setiap faktor produksi yang
digunakan.
Apabila pada suatu ketika pemerintah memutuskan menambah subsidi
terhadap pupuk atau menurunkan tingkat bunga kredit pertanian maka petani akan
harus menyesuaikan penggunaan faktor-faktor produksi yang sudah dipakainya
supaya tingkat efisiensi produksinya dapat dipertahankan.
F. Fungsi Produksi
Di dalam ekonomi fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan
hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor
produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini
dituliskan sebagai:
Y = f ( X₁ , X₂ ………Xn )
Di mana Y =
adalah hasil produksi fisik
X₁ …………… Xn = faktor-faktor produksi
Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi maka produksi fisik
dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah,
modal dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara
jelas dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah
faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi kita anggap variable
(berubah-ubah) sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.
Misalnya untuk menganalisa hubungan antara produksi padi dengan
tanah harus kita anggap modal dan tenaga kerja sebagai faktor produksi yang
tetap (konstan). Dalam bentuk grafik fungsi produksi merupakan kurva melengkung
dari kiri bawah kekanan atas yang setelah sampai titik tertentu kemudian
berubah arah sampai titik maksimum dan kemudian berbalik turun kembali.
Hubungan fungsional seperti digambarkan di atas berlaku untuk semua faktor
produksi yang telah disebut yaitu tanah, tenaga kerja dan modal, disamping
faktor produksi keempat yaitu manajemen (koordinasi atau entrepreneurship) yang
berfungsi mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain sehingga
benar-benar mengeluarkan hasil produksi (output).
Pembagian faktor-faktor produksi kedalam tanah, tenaga kerja dan
modal adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsure-unsur tanah
yang asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat di rusakkan (original and
indestructible properties of the soil) dengan mana hasil pertanian dapat di
peroleh. Tetapi untuk memungkinkan di perolehnya produksi di perlukan tangan
manusia yaitu tenaga kerja petani (labor). Modal adalah sumber-sumber
ekonomi di luar tenaga kerja yang di buat oleh manusia. Kadang-kadang modal
dilihat dalam arti uang atau dalam arti keseluruhan nilai sumber-sumber ekonomi
on-manusiawi termasuk tanah. Itulah sebabnya bila kita menunjuk pada modal
dalam arti luas dan umum (misalnya jumlah modal petani secara keseluruhan) kita
akan memasukkan semua sumber ekonomi termasuk tanah tetapi diluar tenaga kerja.
Pengertian umum dan luas yang demikian dipakai pula oleh petani-petani kita
bila mereka mengatakan bahwa modal utama atau modal satu-satunya yang mereka
miliki adalah tanah. Hal ini nampaknya cukup beralasan karena bagaimanapun juga
petani sudah memasukkan berbagai unsur modal kedalam tanah misalnya pupuk
(buatan dan kompos) dan air yang sudah menyumbang pada kesuburan tanahnya.
BAB
P
E N U T U P
A. Kesimpulan :
Adapun
kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
ü Efisiensi skala produksi, Kalau semua faktor produksi di tambah
sekaligus maka hasil produksi akan naik. Ilmu ekonomi produksi berminat untuk
mempelajari apakah kenaikan hasil prduksi itu dengan laju yang menaik, konstan
atau menurun
ü Prinsip-prinsip
ekonomi dalam usahatani, meliputi :prinsip perbandingan keuntungan terbesar (the
principle of comparative advantage), prinsip biaya oportunitas atau
berimbang (the principle of opportunity cost), prinsip substitusi (principle
of substitution), dan hukum kenaikan hasil yang makin berkurang (law of
deminishing return).
ü Intensifikasi
adalah penggunaan lebih banyak faktor
produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai
hasil produksi yang lebih besar. hukum “faktor proporsionil” (law of
variable proportion), yaitu hukum yang menerangkan perilaku kenaikkan hasil
produksi tambahan, bila salah satu faktor produksi variabel dinaik-turunkan
dengan membiarkan faktor produksi lainnya, sehingga perbandingan jumlah
(proporsi) faktor-faktor produksi berubah.
ü Kombinasi Hasil-hasil Produksi yaitu Komoditi gabungan, Komoditi yang bebas
bersaing (substitute), Komoditi komplementer, Komoditi suplementer, dan Hubungan
fisik antarkomoditi
ü Hasil – Hasil Produksi dan Biaya Produksi yaitu :. Efisiensi Usahatani,
Biaya Uang dan Biaya In-natura, Biaya Rata-rata dan Biaya Marginal, Biaya tetap
dan Biaya Variable, Biaya Marginal dan Pendapatan Marginal dan Kombinasi
Faktor-faktor Produksi.
ü
fungsi produksi yaitu suatu
fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan
faktor-faktor produksi input).
B. Saran
Seorang petani atau harus memegang prinsip-prinsip ekonomi dalam
pertanian atau peternakan agar dalam usaha tani atau ternak dapat
menguntungkan. Dalam usaha tani atau ternak, seorang petani atau peternak
sebaiknya mengalokasikan input seefisien mungkin dan memperoleh produksi yang
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1983. Dasar-dasar Usaha
Tani. Yogyakarta: Kanisius.
Mubyarto. 1987.
Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S
Soekartawi.
2002 . Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar