Isu Ketahanan atau
Keamanan Pangan
Hasil pembangunan
peternakan selama ini menunjukan kinerja yang belum maksimal sehingga untuk
memenuhi kebutuhan produk peternakan nasional masih diperlukan pasokan import
dalam jumlah yang cukup besar, terutama daging sapi dan susu. Kondisi tersebut,
menepatkan hasil kegiatan pembangunan peternakan hanya sebatas pada tataran survey, artinya out put pembangunan
peternakan masih sebatas untuk mempertahankan kebutuhan dalam negeri sehingga
mengurangi jumlah produk peternakan yang
harus di import.
Dalam
konsep ketahanan pangan nasional, kondisi tersebut diatas merupakan critical point dalam pemenuhan produk
peternakan dan bukan lagi pada tingkat early
warning tetapi pada tingkatan serios
warning. Berdasarkan alasan faktual,
kondisi pembangunan peternakan nasional belum memiliki konsep yang jelas
sebagai konsep yang bersifat keprograman dalam bentuk jangka secara terukur
dengan memadukan variabele faktor
produksi penting yang merupakan kunci keberhasilan pembangunan, antara
lain: sumber daya alam (pertanian),
sumber daya manusia (petani-peternak), perkembangan dan penguasaan teknologi peternakan, political will pemerintah (kebijakan strategis) dan infrastruktur
atau tatanan dari hasil pembangunan
peternakan sebelumnya, baik yang bersifat kebijakan maupun tatanan fisik
pembangunan yang telah tersedia.
Tantangan pembangunan
peternakan saat ini dan mendatang dirasakan semakin berat. Hal ini karena di
samping masih adanya masalah yang belum terselesaikan dari pembangunan yang
lalu, juga timbul tantangan baru sebagai konsekwensi perubahan lingkungan strategis global dan domestik serta masalah masih terasa
akibat krisis ekonomi yang dialami saat
ini. Beberapa permasalahan pembangunan
yang masih perlu mendapat prioritas dalam pelaksanaan pembangunan peternakan di
Bengkulu adalah pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya
saing, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan, peningkaatan
kesejahteraan masyarakat petani serta
moderenisasi perekonomian pedesaan.
Arah kebijakan Peningkatan mutu dan
keamanan pangan
- Meningkatkan pengawasan keamanan pangan,
- Melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu dan keamanan pangan,
- Meningkatkan kesadaran produsen, importir, distributor dan ritel terhadap keamanan pangan,
- Meningkatkan kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan,
- Mengembangkan teknologi pengawet dan pewarna makanan yang aman dan tidak memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau oleh usaha kecil dan menengah produsen makanan dan jajanan.
Isu Lingkungan
Usaha
peningkatan produksi peternakan ditekankan pada pengembangan peternakan rakyat.
Usaha itu dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah dan kualitas bibit,
pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyuluhan serta meningkatkan
pelaksanaan inseminasi buatan. Selain itu dilaksanakan juga pengembangan usaha
swasta yang dikaitkan dengan pengembangan industri pengolahan hasil-hasil
ternak. Selama Repelita IV perkembangan populasi ternak dan unggas menunjukkan
peningkatan yang cukup besar, terutama populasi ayam pedaging, ba-bi, sapi,
sapi perah, kerbau, dan ayam petelur, yang masing-masing meningkat dengan
rata-rata per tahun 25,7%, 9,7%, 1,8%, 3.3%, 8,4% dan 13,6%. Selama kurun
waktu 1983 - 1987 produksi daging, telur dan susu masing-masing meningkat sebe-
sar 9,3%, 11,7% dan 12,6% per tahun.
Secara ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak
ayam ras petelur di Indonesia memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena
permintaan selalu bertambah (Cahyono, 1994). Hal tersebut dapat berlangsung
bila kondisi perekonomian berjalan normal. Lain halnya bila secara makro
terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang membuat berubahnya pasar yang
pada gilirannya akan mempengaruhi permodalan, produksi dan pemasaran hasil
ternak. Dalam skala lokal (DIY) konsumsi protein hewani dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, setelah pada tahun 1998 mengalami penurunan yang tajam
akibat dari krisis moneter.
Isu Hubungan Sosial
Seiring
dengan pertambahan penduduk yang diikuti meningkatnya kebutuhan akan produk
barang maupun jasa. Produk barang khususnya kebutuhan pokok masyarakat seperti
telur ayam ras. Telur ayam ras tidak pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan gizi
dan kesehatan masyarakat. Selain itu telur ayam juga digunakan untuk kebutuhan
lain misalnya kosmetik dan obat-obatan.
Telur
merupakan salah satu hasil dibidang industri perunggasan yang tampil sebagai
potensi ekonomi yang mempunyai masa depan cerah guna menciptakan lapangan kerja
guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Di samping itu telur sebagai salah
satu hasil dari industri perunggasan mempunyai peranan turut serta mencerdaskan
kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan telur memiliki kandungan protein dan
zat-zat yang dibutuhkan oleh manusia.
Usaha
dibidang peternakan ayam ras sangat berprospek di masa mendatang. Hal ini
ditinjau dari peramalan mengenai jumlah penduduk Indonesia yang teurs
meningkat, dan kesadaran akan pemenuhan kebutuhan gizi seiring dengan
peningkatan semangat kemajuan di era globalisasi. Adanya perilaku konsumen
masyarakat terutama untuk kalangan menengah ke atas memberikan pola hidup yang
sangat konsumtif dengan berbagai macam tuntutan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat akan mendorong mereka lebih selektif dalam pemenuhan
konsumsi kebutuhan gizi. Potensi dari konsumen inilah yang seharusnya menjadi
sasaran utama bagi produsen untuk meningkatkan kompetisi terhadap produk luar
negeri maupun dari kalangan pesaing dalam negeri.
Tuntutan
kompetisi antar produk sudah semakin mendesak, terutama dalam merebut pangsa
pasar, tingkat kualitas produk yang sesuai dengan tuntutan pelayanan, terutama
pada kalangan menengah ke atas harus terpenuhi. Derasnya arus informasi
mempengaruhi perilaku konsumen terhadap suatu produk tertentu. Media massa
cetak maupun elektronik mampu menghadirkan informasi terbaru dalam waktu
singkat dan memberikan dampak bagi perilaku konsumen khususnya dalam tingkah
laku konsumsi. Kita saat ini sudah membutuhkan analisis perilaku konsumen dalam
konsep marketing untuk menghadapi era yang penuh dengan peluang dan tantangan.
Di
dalam kompetisi usaha peternakan ayam petelur, perusahaan perlu memperhatikan
selera konsumen yang bervariasi. Selera konsumen dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu : faktor internal atau faktor yang ada dalam diri konsumen tersebut dan
faktor eksternal atau faktor yang mempengaruhi dari luar diri konsumen. Faktor
eksternal ini merupakan faktor yang sulit untuk dikendalikan sehingga pihak
manajemen khususnya marketing pada perusahaan telur Bima Sakti Malang harus
mampu menganalisis situasi dan kondisi pasar dan keinginan serta kebutuhan
konsumen. Dengan memperhatikan faktor tersebut diharapkan perusahaan tetap
eksis di dalam menjalankan usahanya dan mampu bersaing dengan perusahaan yang
sejenis.
Salah
satu faktor utama bagi perusahaan agar mampu bersaing untuk menarik konsumen
adalah dengan meningkatkan mutu pelayanannya dan kualitas telur yang
diproduksi. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan dan kualitas produknya maka
seyogyanya perusahaan harus mengetahui perilaku konsumen secara mendalam,
kecenderungan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk selanjutnya
perusahaan harus dapat mengantisipasi dan menindak lanjuti terhadap perubahan
dari perilaku konsumen tersebut dan selanjutnya dapat menyusun strategi ke
depan bagi perusahaan.
Isu Pendapatan
Kebijakan peternakan unggas
diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha agribisnis peternakan,
peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong pembangunan
peternakan unggas yang tangguh dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang
diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah kebijakan
dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan investasi
swasta, pemerintah dan masyarakat; serta kebijakan pewilayahan komoditas dan
peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak disertai
pengembangan kelembagaan.
Apabila sasaran pengembangan
agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan
protein hewani pada 10 tahun mendatang, maka setara dengan 1.250 milyar ekor
denagn nilai mencapai Rp. 24,5 trilyun. Pelaku investasi pengembangan
agribisnis komoditas unggas dibedakan dalam tiga kelompok, yakni investasi yang
dilakukan oleh rumah tangga peternak (masyarakat), swasta dan pemerintah.
Kebutuhan investasi masyarakat untuk
pengembangan agribisnis ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara 10-20
persen, masing-masing sebesar Rp.1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan
telur. Estimasi kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis
komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah
sebesar Rp. 4,5 trilyun dan Rp. 1,5 trilyun. Investasi masyarakat dalam hal ini
dapat berupa investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti
lahan, kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari
perbankan maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup
kemungkinan lembaga keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun
koperasi bersama.
Pangsa kebutuhan investasi swasta
untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam pedaging dan petelur rata-rata
berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 9,5 trilyun dan
Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan
komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10 persen, dengan nilai Rp. 0,5
trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk ternak itik. Bentuk investasi
swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana input seperti peningkatan
pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan vaksin. Investasi di sektor
hilir seperti pabrik pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan
sarana cold storage dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat
perhatian yang serius.
Investasi produksi yang berupa
infrastruktur oleh pemerintah sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung
unggul, penanganan pascapanen berupa pembuatan silo dan sarana transportasi.
Estimasi kebutuhan investasi pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas
ayam ras pedaging dan petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp.
500 milyar untuk ayam ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur.
Pada pengembangan komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata
berkisar antara 30 persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp.
750 milyar. Investasi pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam
upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal.
Pelayanan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang
manfaat mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten. Peran
pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya
dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal.
Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam
lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik.
Sementara itu, bila dilihat
kecenderungan produksi telur ayam ras yang meningkat sebesar 4,50% per tahun
atau sekitar 709,72 ribu ton pada tahun 2005, maka peluang pasar telur ayam
pada tahun ini mencapai 269,98 ribu ton. Peluang pasar ini diisi oleh telur
ayam buras dan telur itik yang pangsanya masing-masing 15% dan selebihnya
merupakan peluang pasar telur ayam ras. Peluang pasar ini belum termasuk pasar
ekspor, baik dalam bentuk telur segar maupun powder (Poultry Indonesia)
(Marsidi, 2002).
Secara ekonomi, pengembangan
pengusahaan ternak ayam ras petelur di Indonesia memiliki prospek bisnis
menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono, 1994). Hal tersebut
dapat berlangsung bila kondisi perekonomian berjalan normal. Lain halnya bila
secara makro terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang membuat berubahnya
pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi permodalan, produksi dan pemasaran
hasil ternak. Dalam skala lokal (DIY) konsumsi protein hewani dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan, setelah pada tahun 1998 mengalami penurunan yang
tajam akibat dari krisis moneter.
Isu Tenaga Kerja
Modernisasi melalui industrialisasi perunggasan di Indonesia
ditandai dengan diintroduksinya bibit ayam yang mempunyai produktivitas
tinggi. Umumnya, jenis bibit ayam yang diternakkan oleh
kebanyakan peternak rakyat hingga kini adalah bibit ayam yang berasal
dari luar negeri yang sering disebut ayam ras. Ayam ras yang mempunyai
produktivitas tinggi dan dipelihara oleh peternak rakyat, pertama kali
diperkenalkan saat diluncurkannya program Bimas Ayam yang diikuti dengan
masuknya investasi luar negeri melalui PMA di sektor peternakan tahun 70-an.
Sebagai akibat dari pilihan industrialisasi ini, maka cara produksi
usaha perunggasan perlahan-lahan mulai bergeser dari cara produksi
non-kapitalis ke cara produksi kapitalis. Awalnya, peternak rakyat dalam
melakukan usahanya dengan sistem tradisional/subsistensi (untuk memenuhi
kebutuhan keluarga). Namun, semenjak kebijakan industrialisasi dengan
program yang terkenalnya, yakni program Bimas Ayam diberlakukan oleh
pemerintah, maka peternak kemudian beralih memelihara ayam (khu-susnya ayam
ras) dengan tujuan komersiil. Dalam perjalanannya, demi tujuan menjaga
kontinuitas pemeliharaan ayam ras, maka bibit ayam ras yang setiap tahunnya
diperoleh dengan cara mengimpor dari luar negeri, seperti Amerika
Serikat. Demikian pun dengan pakan, dan obat-obatan sebagai bagian dari
sarana produksi. Inilah awal dari sejarah panjang pembangunan perunggasan yang
tergantung dari negara-negara maju yang mem-punyai implikasi hingga kini.
Ayam kampung umumnya mempunyai ketahanan tubuh yang lebih kuat
terhadap penyakit dibandingkan ayam ras, penggunaan obat-obatan untuk ayam
kampung relatif lebih sedikit. Telur ayam kampung mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan telur ayam ras. Rasanya lebih gurih dan bau amisnya
lebih rendah dibandingkan telur ayam ras. Telur ayam kampung tidak hanya dikonsumsi
matang tetapi sering juga dikonsumsi segar sebagai campuran madu, susu, atau
jamu. Selain itu, telur ayam kampung juga banyak digunakan dalam industri obat
dan kosmetik.
Rendahnya produksi telur ayam kampung
lebih banyak disebabkan oleh sistem budi dayanya yang kurang intensif. Selama
ini peternak kebanyakan menerapkan sistem budi daya pedaging daripada petelur
sehingga produksinya jauh lebih rendah dari ayam ras petelur. Sistem budidaya
yang lebih intensif, produktivitas ayam kampung dapat ditingkatkan samapai 50%.
Peningkatan ini cukup menguntungkan karena harga telur ayam kampung lebih
tinggi dibandingkan telur ayam ras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar