Sabtu, 01 Februari 2014

Isu Ketahanan atau Keamanan Pangan



Isu Ketahanan atau Keamanan Pangan
Hasil pembangunan peternakan selama ini menunjukan kinerja yang belum maksimal sehingga untuk memenuhi kebutuhan produk peternakan nasional masih diperlukan pasokan import dalam jumlah yang cukup besar, terutama daging sapi dan susu. Kondisi tersebut, menepatkan hasil kegiatan pembangunan peternakan hanya sebatas pada tataran survey, artinya out put pembangunan peternakan masih sebatas untuk mempertahankan kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi  jumlah produk peternakan yang harus di import.
            Dalam konsep ketahanan pangan nasional, kondisi tersebut diatas merupakan critical point dalam pemenuhan produk peternakan dan bukan lagi pada tingkat early warning tetapi pada tingkatan serios warning.  Berdasarkan alasan faktual, kondisi pembangunan peternakan nasional belum memiliki konsep yang jelas sebagai konsep yang bersifat keprograman dalam bentuk jangka secara terukur dengan memadukan  variabele faktor produksi penting yang merupakan kunci keberhasilan pembangunan, antara lain:  sumber daya alam (pertanian), sumber daya manusia (petani-peternak), perkembangan dan penguasaan  teknologi peternakan, political will pemerintah (kebijakan strategis) dan infrastruktur atau tatanan  dari hasil pembangunan peternakan sebelumnya, baik yang bersifat kebijakan maupun tatanan fisik pembangunan yang telah tersedia.    
            Tantangan pembangunan peternakan saat ini dan mendatang dirasakan semakin berat. Hal ini karena di samping masih adanya masalah yang belum terselesaikan dari pembangunan yang lalu, juga timbul tantangan baru sebagai konsekwensi perubahan lingkungan  strategis global  dan domestik serta masalah masih terasa akibat krisis ekonomi  yang dialami saat ini.  Beberapa permasalahan pembangunan yang masih perlu mendapat prioritas dalam pelaksanaan pembangunan peternakan di Bengkulu adalah pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan, peningkaatan kesejahteraan  masyarakat petani serta moderenisasi  perekonomian pedesaan.
Arah kebijakan Peningkatan mutu dan keamanan pangan 
    1. Meningkatkan pengawasan keamanan pangan,
    2. Melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu dan keamanan pangan,
    3. Meningkatkan kesadaran produsen, importir, distributor dan ritel terhadap keamanan pangan, 
    4. Meningkatkan kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan, 
    5. Mengembangkan teknologi pengawet dan pewarna makanan yang aman dan tidak memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau oleh usaha kecil dan menengah produsen makanan dan jajanan.
Isu Lingkungan
Usaha peningkatan produksi peternakan ditekankan pada pengembangan peternakan rakyat. Usaha itu dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah dan kualitas bibit, pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyuluhan serta meningkatkan pelaksanaan inseminasi buatan. Selain itu dilaksanakan juga pengembangan usaha swasta yang dikaitkan dengan pengembangan industri pengolahan hasil-hasil ternak. Selama Repelita IV perkembangan populasi ternak dan unggas menunjukkan peningkatan yang cukup besar, terutama populasi ayam pedaging, ba-bi, sapi, sapi perah, kerbau, dan ayam petelur, yang masing-masing meningkat dengan rata-rata per tahun 25,7%, 9,7%,  1,8%, 3.3%, 8,4% dan 13,6%. Selama kurun waktu 1983 - 1987 produksi daging, telur dan susu masing-masing meningkat sebe- sar 9,3%, 11,7% dan 12,6% per tahun. 
 Secara ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam ras petelur di Indonesia memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono, 1994). Hal tersebut dapat berlangsung bila kondisi perekonomian berjalan normal. Lain halnya bila secara makro terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang membuat berubahnya pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi permodalan, produksi dan pemasaran hasil ternak. Dalam skala lokal (DIY) konsumsi protein hewani dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, setelah pada tahun 1998 mengalami penurunan yang tajam akibat dari krisis moneter.
Isu Hubungan Sosial
Seiring dengan pertambahan penduduk yang diikuti meningkatnya kebutuhan akan produk barang maupun jasa. Produk barang khususnya kebutuhan pokok masyarakat seperti telur ayam ras. Telur ayam ras tidak pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan gizi dan kesehatan masyarakat. Selain itu telur ayam juga digunakan untuk kebutuhan lain misalnya kosmetik dan obat-obatan.
Telur merupakan salah satu hasil dibidang industri perunggasan yang tampil sebagai potensi ekonomi yang mempunyai masa depan cerah guna menciptakan lapangan kerja guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Di samping itu telur sebagai salah satu hasil dari industri perunggasan mempunyai peranan turut serta mencerdaskan kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan telur memiliki kandungan protein dan zat-zat yang dibutuhkan oleh manusia.
Usaha dibidang peternakan ayam ras sangat berprospek di masa mendatang. Hal ini ditinjau dari peramalan mengenai jumlah penduduk Indonesia yang teurs meningkat, dan kesadaran akan pemenuhan kebutuhan gizi seiring dengan peningkatan semangat kemajuan di era globalisasi. Adanya perilaku konsumen masyarakat terutama untuk kalangan menengah ke atas memberikan pola hidup yang sangat konsumtif dengan berbagai macam tuntutan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat akan mendorong mereka lebih selektif dalam pemenuhan konsumsi kebutuhan gizi. Potensi dari konsumen inilah yang seharusnya menjadi sasaran utama bagi produsen untuk meningkatkan kompetisi terhadap produk luar negeri maupun dari kalangan pesaing dalam negeri.
Tuntutan kompetisi antar produk sudah semakin mendesak, terutama dalam merebut pangsa pasar, tingkat kualitas produk yang sesuai dengan tuntutan pelayanan, terutama pada kalangan menengah ke atas harus terpenuhi. Derasnya arus informasi mempengaruhi perilaku konsumen terhadap suatu produk tertentu. Media massa cetak maupun elektronik mampu menghadirkan informasi terbaru dalam waktu singkat dan memberikan dampak bagi perilaku konsumen khususnya dalam tingkah laku konsumsi. Kita saat ini sudah membutuhkan analisis perilaku konsumen dalam konsep marketing untuk menghadapi era yang penuh dengan peluang dan tantangan.
Di dalam kompetisi usaha peternakan ayam petelur, perusahaan perlu memperhatikan selera konsumen yang bervariasi. Selera konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : faktor internal atau faktor yang ada dalam diri konsumen tersebut dan faktor eksternal atau faktor yang mempengaruhi dari luar diri konsumen. Faktor eksternal ini merupakan faktor yang sulit untuk dikendalikan sehingga pihak manajemen khususnya marketing pada perusahaan telur Bima Sakti Malang harus mampu menganalisis situasi dan kondisi pasar dan keinginan serta kebutuhan konsumen. Dengan memperhatikan faktor tersebut diharapkan perusahaan tetap eksis di dalam menjalankan usahanya dan mampu bersaing dengan perusahaan yang sejenis.
Salah satu faktor utama bagi perusahaan agar mampu bersaing untuk menarik konsumen adalah dengan meningkatkan mutu pelayanannya dan kualitas telur yang diproduksi. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan dan kualitas produknya maka seyogyanya perusahaan harus mengetahui perilaku konsumen secara mendalam, kecenderungan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk selanjutnya perusahaan harus dapat mengantisipasi dan menindak lanjuti terhadap perubahan dari perilaku konsumen tersebut dan selanjutnya dapat menyusun strategi ke depan bagi perusahaan.
Isu Pendapatan
Kebijakan peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha agribisnis peternakan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong pembangunan peternakan unggas yang tangguh dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan investasi swasta, pemerintah dan masyarakat; serta kebijakan pewilayahan komoditas dan peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak disertai pengembangan kelembagaan.
Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun mendatang, maka setara dengan 1.250 milyar ekor denagn nilai mencapai Rp. 24,5 trilyun. Pelaku investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas dibedakan dalam tiga kelompok, yakni investasi yang dilakukan oleh rumah tangga peternak (masyarakat), swasta dan pemerintah.
Kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara 10-20 persen, masing-masing sebesar Rp.1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur. Estimasi kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 4,5 trilyun dan Rp. 1,5 trilyun. Investasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti lahan, kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari perbankan maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup kemungkinan lembaga keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun koperasi bersama.
Pangsa kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam pedaging dan petelur rata-rata berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 9,5 trilyun dan Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10 persen, dengan nilai Rp. 0,5 trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk ternak itik. Bentuk investasi swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana input seperti peningkatan pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan vaksin. Investasi di sektor hilir seperti pabrik pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan sarana cold storage dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat perhatian yang serius.
Investasi produksi yang berupa infrastruktur oleh pemerintah sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung unggul, penanganan pascapanen berupa pembuatan silo dan sarana transportasi. Estimasi kebutuhan investasi pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam ras pedaging dan petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp. 500 milyar untuk ayam ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur. Pada pengembangan komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata berkisar antara 30 persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp. 750 milyar. Investasi pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal. Pelayanan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang manfaat mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten. Peran pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal. Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik.
 Sementara itu, bila dilihat kecenderungan produksi telur ayam ras yang meningkat sebesar 4,50% per tahun atau sekitar 709,72 ribu ton pada tahun 2005, maka peluang pasar telur ayam pada tahun ini mencapai 269,98 ribu ton. Peluang pasar ini diisi oleh telur ayam buras dan telur itik yang pangsanya masing-masing 15% dan selebihnya merupakan peluang pasar telur ayam ras. Peluang pasar ini belum termasuk pasar ekspor, baik dalam bentuk telur segar maupun powder (Poultry Indonesia) (Marsidi, 2002).
 Secara ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam ras petelur di Indonesia memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono, 1994). Hal tersebut dapat berlangsung bila kondisi perekonomian berjalan normal. Lain halnya bila secara makro terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang membuat berubahnya pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi permodalan, produksi dan pemasaran hasil ternak. Dalam skala lokal (DIY) konsumsi protein hewani dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, setelah pada tahun 1998 mengalami penurunan yang tajam akibat dari krisis moneter.
Isu Tenaga Kerja
Modernisasi melalui industrialisasi perunggasan di Indonesia ditandai dengan diintroduksinya bibit ayam yang mempunyai produktivitas tinggi.  Umumnya, jenis bibit ayam yang diternakkan oleh kebanyakan peternak rakyat hingga kini adalah bibit ayam yang berasal dari luar negeri yang sering disebut ayam ras. Ayam ras yang mempunyai produktivitas tinggi dan dipelihara oleh peternak rakyat, pertama kali diperkenalkan saat diluncurkannya program Bimas Ayam yang diikuti dengan masuknya investasi luar negeri melalui PMA di sektor peternakan tahun 70-an.
Sebagai akibat dari pilihan industrialisasi ini, maka cara produksi usaha perunggasan perlahan-lahan mulai bergeser dari cara produksi non-kapitalis ke cara produksi kapitalis.  Awalnya, peternak rakyat dalam melakukan usahanya dengan sistem tradisional/subsistensi (untuk memenuhi kebutuhan keluarga).  Namun, semenjak kebijakan industrialisasi dengan program yang terkenalnya, yakni program Bimas Ayam diberlakukan oleh pemerintah, maka peternak kemudian beralih memelihara ayam (khu-susnya ayam ras) dengan tujuan komersiil.  Dalam perjalanannya, demi tujuan menjaga kontinuitas pemeliharaan ayam ras, maka bibit ayam ras yang setiap tahunnya diperoleh dengan cara mengimpor dari luar negeri, seperti Amerika Serikat.  Demikian pun dengan pakan, dan obat-obatan sebagai bagian dari sarana produksi. Inilah awal dari sejarah panjang pembangunan perunggasan yang tergantung dari negara-negara maju yang mem-punyai implikasi hingga kini.
Ayam kampung umumnya mempunyai ketahanan tubuh yang lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan ayam ras, penggunaan obat-obatan untuk ayam kampung  relatif lebih sedikit. Telur ayam kampung mempunyai banyak kelebihan dibandingkan telur ayam ras. Rasanya lebih gurih dan bau amisnya lebih rendah dibandingkan telur ayam ras. Telur ayam kampung tidak hanya dikonsumsi matang tetapi sering juga dikonsumsi segar sebagai campuran madu, susu, atau jamu. Selain itu, telur ayam kampung juga banyak digunakan dalam industri obat dan kosmetik.
Rendahnya produksi telur ayam kampung lebih banyak disebabkan oleh sistem budi dayanya yang kurang intensif. Selama ini peternak kebanyakan menerapkan sistem budi daya pedaging daripada petelur sehingga produksinya jauh lebih rendah dari ayam ras petelur. Sistem budidaya yang lebih intensif, produktivitas ayam kampung dapat ditingkatkan samapai 50%. Peningkatan ini cukup menguntungkan karena harga telur ayam kampung lebih tinggi dibandingkan telur ayam ras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar