Jumat, 31 Januari 2014

Pertukaran Sosial Dalam Interaksi Individu dan Kelompok Dalam Kelembagaan Masyarakat



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk sosial yang tentunya akan hidup secara sosial dan akan berinteraksi sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia merupakan untuk mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Adanya interaksi tersebut, tentunya akan menimbulakan terjadinya pertukaran sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan pendekatan ini akan dijelaskan fenomena kelompok dalam lingkup-lingkup konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan.
Untuk terjadinya pertukaran sosial dalam interaksi sosial, tentunya diperlukan adanya peran bagi subtansi struktural (lembaga) kemasyarakatan yang dalam hal ini berperan dalam menampung mengembangkan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat demi pembangunan dan pengembangan kehidupan masyarakat. Selain itu juga berperan dalam meningkatkan kualitas, percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, menyusun rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif.
Terkait dengan masyarakat, khususnya komoditas-komoditas peternak, tentunya interaksi sosial sangat diperlukan oleh mereka. Dan untuk memahami pertukaran sosial yang terjadi didalam interaksi sosial masyarakat, dalam hal ini adalah masyarakat komoditas peternak, maka dilakukan praktek lapang sosiologi mengenai  “PERTUKARAN SOSIAL DALAM INTERAKSI SOSIAL INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM KELEMBAGAAN MASYARAKAT”  di Kabupaten Sidrap.
1.2  Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakan praktek sosiologi peternakan, yaitu untuk mempelajari bagaimana pertukaran sosial dalam interaksi sosial individu dan kelompok serta membandingkan antara teori yang diperoleh dilapangan.
Adapun tujuan dilaksanakannya praktek lapang sosiologi peternakan, yaitu agar dapat mengetahui pertukaran sosial dalam interaksi sosial individu dan kelompok dalam kelembagaan masyarakat di pedesaan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Ayam Petelur
Asal mula ayam petelur berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan ukurannya sedang. Tahun demi tahun ayam hutan dari berbagai wilayah didunia ini diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak. Karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak mngenal banyak klasifikasi ayam (Rasyaf,2007).
Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode itu adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya. Antipasti orang terhadap daging ayam ras cukup lama sehingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna atau ayam petelur coklat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempungyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampong. Sementara itu telur ayam kampong mulai terpuruk pada penggunaan resep masakan tradisional saja. Persaingan ketat inilah yang menandakan maraknya peternakan ayam petelur (Rasyaf,2007).
Ayam petelur merupakan hasil rekayasa genetic berdasarkan karakter-karakter dari ayam-ayam sebelumnya ada perbaikan-perbaikan genetik terus diupayakan agar mencapai performance yang optimal, sehingga dapat memproduksi telur dalam jumlah yang banyak. Salah satu keuntungan dari ayam petelur adalah produksi telurnya yang lebih tinggi di bandingkan produksi telur ayam buras dan jenis unggas lainnya (Rasyaf, 2007).
Ayam petelur dapat diharapakan hendak diambil telurnya untuk keperluan konsumsi harian harus dipelihara dekat dengan pemeliharaannya sebagai wujud perhatian dan harapan pemeliharaan telur agar muda diambil sehingga ia tidak dapat mencari makan sendiri. Semua kebutuhan ayam dipenuhi oleh pemeliharaanya. Oleh karena itu, pemeliharaan ayam sebaiknya mengetahui jenis makanan dan cara pemberiannya agar ayam dapat berproduksi dengan baik. Makanan dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan ayam secara optimal. Untuk semua itu dibutuhkan beberapa faktor produksi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Tanah atau areal untuk mengusahakan peternakan ayam. Tanah ini sebaiknya merupakan lading bisnis yang menguntungkan dan mempunyai persyaratan teknis dan bisnis.
2.      Modal kerja, modal ini untuk mengoperasikan peternakan hingga menjadi handal dalam bisnis.
3.      Tenaga kerja dan pengetahuan ikut menentukan kualitas suatu peternakan. (Rasyaf, 2007).
2.1 Pengertian Sosiologi
            Suatu defenisi tentang sosiologi adalah beraneka ragam, tetapi pada dasarnya masing-masing pendapat menonjolkan segio kemasyarakat dari berbagai sudut baik secara individu maupun kelompok. Untuk lebih mengenal apa sebenarnya sosiologi, akan kami berikan beberapa defenisi sosiologi dari beberapa pendapat :
a.       Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :
1.      Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama ; keluarga dan moral ; Hukum dan Ekonomi ; gerak masyarakat dengan piltik ; dan lain sebagainya).
2.      Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya).
b.      Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan anatara manusia dalam kelompok-kelompok.
c.       William F. Ougburn dan mayer F Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
d.      J. A. A Van Doorn dan C. J. Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
e.       Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Selanjutnya menurut Selo Soemardjan dan soeleman soemardi, struktur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lemabaga sosial kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbale balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hokum dan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan didalam  dalam hal terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur sosial. (Soerjono, 1990).
2. 3 Pengertian Teori Pertukaran
            Teori pertukaran sosial menjelaskan bahwa dasar dari sebagian besar hubungan-hubungan sosial, tetapi terdapat perbedaan yang mendasar diantara pertukaran seperti yang terdapat dalam hubungan-hubungan intim dan pertukaran sebagaimana yang terdapat dalam organisasi-organisasi yang kompleks. Beberapa dari perbedaan itu ialah :
1.      Transaksi dalam asosiasi tatap muka terjadi secara langsung; sedang dalam kolektivitas-kolektivitas besar nilai sosial melainkan peranan penting dalam menjabani struktur-struktur yang kompleks.
2.      Struktur yang kompleks itu sebagaian terlembaga ; ” elemen-elemen instutisional yang kukuh ini melancarakan hambatan-hambatan tradisional terhadap elemen lain didalam kehidupan masyarakat”. Asosiasi tatap muka tidak memiliki kekuatan memaksa yang demikian.
3.      Asosiasi tatap-muka terdiri dari individu-individu ; komponen-komponen struktur yang lebih besar juga merupakan struktur-struktur sosial. (Margaret, 2004).
Dalam hal ini dijelaskan bahwa perilaku manusia ditingkat institusionak, tetapi teori dan sub-institusional dan beruang lingkup mikro. (Margaret, 2004).
2.4  Munculnya Teori Pertukaran Sosial Dan Tokoh Penggagasnya.
Semula George C. Homans tidak menaruh perhatian masalah pertukaran sosial dalam mengadakan pendekatan terhadap masyrakat karena pada awalnya ia mengerahkan perhatian pada “pendekatan fungsionalisme structural”. Pendekatan fungsionalisme struktural ternyata mempunyai arti yang sangat penting karena mampu member masukan terhadap teori sosiologi. Terutama dalam hubungannya dengan struktur. Proses dan fungsi kelompok sebagaimana tercantum dalam bukunya yang berjudul “The Human Group”. Menurut pendapatnya analisis fungsionalisme struktural mempunyai manfaat untuk menemukan dan memberikan uraian, akan tetapi pendekatan tersebut tidak mampu menjelaskan. Selanjutnya berhubungan pendekatan fungsionalisme structural itu tidak dapat menjelaskan berbagai macam hal maka menurut pendapatnya dianggap sebagai suatu kegagalan (Afifuddin, 2011).
Berhubungan pendekatan fungsionalisme dianggap gagal dalam memberikan fenomena-fenomena baru yang muncul dalam interaksi sosial di masyarakat maka ia berusaha menyempurnakannya dengan prinsip-prinsip “pertukaran sosial”. Berkenan dengan hal tersebut maka ia tinggalkan pendekatan atau fungsionalisme structural dan selanjutnya mengetakan tentang pentingnya pendekatan psikologi dalam menjelaskan gejala-gejala sosial. (Afifuddin, 2011).
Teori pertukaran dipengaruhi oleh behaviorisme yang sangat terkenal dalam psikologi. Ditinjau dari sejarah perkembangan teori, behaviorisme, merupakan akar dari pertukaran. Membicarakan teori pertukaran tidak akan lepas dari teori pilihan rasional yang membantu mengembangkan teori pertukaran terutama kecenderungan mengamsumsikan actor rasional. Dalam perkembangannya, teori ini dipengaruhi oleh aliran intelektual lain. Salah satunya yang belakangan ini berkembang adalah jaringan hubungan sosial. Teori jaringan memiliki kesamaan dengan teori pilihan rasional, walaupun teori tersebut menolak asumsi rasionalitas manusia. Yang lebih menarik, ternyata ketiga teori ini sama-sama masih berorientasi positivistic dimana paradigm positivistic mendapatkan kritik hebat secara teoritis. (Yunindyawati, 2012).
Diawali dari pemikiran Burgess dan Baldwin (1969) tentang behaviorisme yang menekankan perilaku actor dengan lingkungan dan sebaliknya, Goerge Homans (1974) mengembangkan teori pertukaran sosial dengan proposisi psikologis. Berbeda dengan Homans, Peter Blau (2964) memahami struktur social berdasarkan analisis proses social yang mempengaruhi hubungan antar individu dan kelompok (pertukaran pribadi ke struktur dari mmakro ke mikro). Barry wellman (1983) memusatkan perhatian pada pola ikatan objektif yang menghubungkan anggota masyarakat (janngah). Sementara Cook dan Whitmeyer (1992) mengkombinasikan teori pertukaran social dan analisis jaringan. Perkembangan terakhir teori pertukaran dalam buku ini digagas oleh James S. Coelman (1990) tentang teori pilihan rasional (paradigm tindakan nasional) adalah satu – satunya teori yang mungkin menghsilkan integrasi sebagai pardigma osiologi (Yunindyawati, 2012).
2.5    Pertentangan Teori Pertukaran Sosial Individualistis dan Kolektivitis
Pertentangan yang terjadi ini merupakan akibat dari tumbuhnya  pertentangan antara orientasi individualistis dan kolektivitis. Homans merupakan seseoarang yang sangat menekankan pada pendekatan individualistis terhadap perkembangan teori social, hal ini tentunga berbeda dengan penjelasan Levi-Strauss yang bersifat kolektifitis khususnya mengenai perkawinan dan pola – pola kekerabatan (Khasanalmuza, 2011).
Levi-Strauss merupakan seorang ahli antropologi yang berasal dari Pranvis, ia mengembangkan suatu perspektif teoritis mengenai pertukaran social dalam analisannya mengenai praktik prkawinan dan system kekerabatan masyarakat- masyarakat primitive suatu pola umum saudara ibunya. Satu pola yang jarang terjadi adalah orang mengawini putri saudara bapaknya. Pola terkahir ini dianalisa lebih lanjut oleh Bronislaw Malinowski dengan pertukaran non material.
Dalam menjelaskan hal ini Levi-Strauss membedakan dua sistem pertukaran yaitu restricted exchange dan generalized exchange. Pada restricted exchange, para anggota kelompok yang terlibat dalam interaksi  pertukaran langsung masing- masing anggota pasangan  tersebut saling memberikan dengan dasar pribadi. Sedangkan pada generalized exchange, anggota- anggota suatu kelompok triad atau yang lebih besar menerima sesuatu dari pasangan lain dari orang yang diberikaan suatu yang berguna. Dalam pertukaran ini memberikan dampak pada integritas dan solidaritas kelompok – kelompok yang kebih besar dengan cara yang lebih efektif.  Tujuan utama prises pertukaran ini adalah tidak untuk memungkinkan pasangan – pasangan yang untuk mengungkapkan komitmen moral individu tersebut kepada kelompok. Analisa mengenai perkawinan dan perilaku kekerabatan  ini merupakan sebuah kritikan terhadap penjelasan Sir James Fazer seorang ahli antropologi Inggris yang bersifat ekonomis mengenai pola – pola pertukaran yang terjadi antara pasangan perkawinan dalam masyarakat primitive.
ü Kekuatan :
              Pertukaran sosial dapat digunakan untuk mempelajari interaksi dispektrum yang luas dari hubungan romantic untuk hubungan kerja dalam organisasi . Pertama dijelaskan oleh Homans pada tahun 1958, itu tetap merupakan teori yang relevan yang terus menghasilkan penelitian baru.
ü Kelemahan
              Salah satu kelemahan dari teori ini adalah bahwa ia melihat interaksi manusia hanya sebagai proses rasional, dengan focus pada formula ekonomi. Para kritikus berpendapat bahwa karena teori pertukaran social focus pada hadiah biaya keseimbangan itu tidak menjelaskan alasan lain dibalik bursa tertentu. Beberapa juga tantangan apakah manusia benar- benar mengambil waktu untuk berpikir tentang imbalan dan biaya saat memiliki dan pertukaran atau membentuk hubungan (Khasanalmuza, 2011).
2.6      Pertukaran Sosial dalam Interaksi Sosial ekonomi Kemasyarakatan
          Teori pertukaran social itu dilandasi pada prinsip “Trandaksi Ekonomi yang erlemenyer (mendasar) dan interaksi social itu mirip dangan interksi ekonomi”. Dalam teori pertukaran social menekankan adanya suatu konsekuensi dalam pertukaran baik berupa ganjaran materil berupa barang maupun spiritual yang berupa pujian (Afifuddin,2011).
          Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran social adalah “distributive justice” yaitu aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dangan investasi. Proposisi yang terkenal sehibungan dengan prinsip tersebut berbunyi : “seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan, maka semakin tinggi imbalannya dan keuntungan yang diterima oleh pihak harus sebanding dengan investasinya. Semakin tinggi investasi maka semakin tinggi keuntungan”. Inti dari teori pertukaran social adalah perilaku sosail seseorang hanya bia dijelaskan oleh suatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik (black-box). Semua teori dipengaruhi oleh teori perspektif ini menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungannya (Afifuddin, 2011).










BAB III
METODE PELAKSANAAN PRAKTEK
3.1 Metodologi Praktek
3.1.1 Waktu dan Tempat
            Praktek lapang sosiologi peternakan dilaksanakan pada hari jum’at – minggu tanggal 13-15 April 2012 di desa Tanete Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap (Sindereng Rappang).
3.1.2 Metode  Praktek
Metode praktek yang digunakan pada praktek lapang sosiologi peternakan di Desa Tanete, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap yaitu wawancara, observasi dan kuestioner.
a.       Wawancara adalah proses penggalian informasi melalui Tanya jawab antara pewawancara dengan narasumber.
b.      Observasi adalah proses mendapatkan informasi-informasi terhadap suatu proses atau objek dengan meksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya.
c.       Kuestioner adalah suatu teknik pengempulan informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama didalam organisasi yang terpengaruh oleh system yang diajukan atau system yang sudah ada.
3.1.3  Jenis dan Sumber Data
            Jenis data yang digunakan pada praktek lapang sosiologi peternakan di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap yaitu :
a.       Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data dekskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.
b.      Kuantitatif yaitu penelitian yang melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Penelitian kuantatif mencangkup setiap penilitian yang didasarkan atas perhitungan presentase, rata-rata, kuadrat dan perhitungan statistic lainnya.
Sumber data yang digunakan pada praktek lapang sosiologi peternakan di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap yaitu :
a.       Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli atau pertama melalui narasumber yang tepat dan yang dijadikan responden dalam penelitian.
b.      Data sekunder yaitu data yang sudah tersedia. Sehingga datanya tinggal dicari dan dikumpulkan. Misalnya di perpustakaan, perusahaan-perusahaan, organisasi-organisasi perdagangan, biro pusat statistic, dan kantor-kantor pemerintahan.
3.2  Gambaran Umum Lokasi Praktek
v  Batas-batas Wilayah
Desa Tanete Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap, Sulawesi selatan memiliki batas-batas wilayah berdasarkan letak geografisnya, sebagai berikut :
·         Sebelah Utara berbatasan dengan Desa/Kelurahan Lautang Benteng.
·         Sebelah Timur berbatasan dengan Desa/Kelurahan Allakuang/Amparita.
·         Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa/Kelurahan Allakuang.
·         Sebelah Barat berbatasan dengan Desa/Kelurahan Ariawa.
3.2.1 Data Populasi Ternak
Adapun jenis dan populasi berbagai jenis ternak yang dimiliki ataupun yang diusahakan oleh masyarakat di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae dapat dilihat pada tabel berikut.
                  Tabel 1 Data Populasi Ternak
No
Jenis Ternak
Jumlah (Ekor)
Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sapi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam ras petelur
Ayam ras pedaging
Ayam buras
Itik
Bebek Manila/ Muscovy
-
-
-
-
5750
-
40
-
100
-
-
-
-
97.62
-
0.67
-
1.69
Jumlah
5890
100
Sumber : Data Primer Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten
     Sidrap, 2012
Tabel 1, dapat dilihat bahwa terdapat beraneka ragam jenis ternak di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae yaitu terdiri atas ternak unggas seperti ayam ras petelur, ayam buras, dan bebek manila. Ternak yang memiliki populasi paling banyak adalah ayam petelur yaitu  5750 ekor dan ternak yang terkecil populasinya adalah ayam buras yaitu 40 ekor.
3.2.2 Data Luas Areal Pertanian
Adapun areal pertanian yang dimiliki ataupun yang diusahakan oleh masyarakat di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel  2 Data Luas Areal Pertanian
No
Jenis areal pertanian
Luas Lahan (Ha/m2)
Persentase (%)
1
2
3
4
Sawah irigasi kering
Sawah irigasi ½ teknis
Sawah tadah hujan
Tanah kerin/pemukiman
35
65
70
29
17.59
32.67
35.2
14.57
Jumlah
199
100
Sumber : Data Sekunder Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten Sidrap, 2012

Table 2, dapat dilihat bahwa areal pertanian di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae didominasi oleh areal persawahan yang luasnya mencapai 170 Ha/m2 sedangkan luas tanah kering/pemukiman hanya 29 Ha/m2.
3.2.3 Data Distribusi Pekerjaan
Berdasarkan data distribusi pekerjaan yang diperoleh dari setiap Desa Tanete Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap sebagai berikut :

Tabel  3 Data Distribusi Pekerjaan
No
Jenis Pekerjaan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
Petani
Buruh tani
Buruh migrasi
PNS
Peternak
Nelayan
Polri
Pensiunan PNS
65
25
14
88
171
10
3
16
16.58
6.37
3.57
22.44
43.62
2.55
0.76
4.08
Jumlah
392
100
Sumber : Data Sekunder Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten  Sidrap, 2012
            Dari table 3 diatas dapat di lihat di Desa Tanete mayoritas penduduknya bekerja sebagai peternak yaitu bejumlah 171 orang. Sebagian penduduknya bekerja sebagai petani berjumlah 65 orang, buruh tani 25 orang, buruh migrasi 14 orang, PNS 88 orang, nelayan 10 orang, Polri 3 orang, dan pensiunan bejumlah 16 orang.
3.3  Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Jumlah Responden
           Berdasarkan praktek lapang sosiologi Masyarakat Pedesaan di peroleh 5 responden atas nama Samsul Bahri, Mawi, H. Sainong, Abdul Hamid, dan Baharuddin.
3.3.2 Alamat Responden
           Berdasarkan praktek lapang sosiologi masyrakat pedesaan alamat dari 5 responden yaitu dusun I, II, dan III Desa Tanete Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap.
3.3.3 Metode Wawancara
           Berdasarkan metode wawancara yang dilakukan di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap yaitu Indepth interview dan alat komunikasi.
*      Indepth interview yaitu wawancara mendalam yang merupakan metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informasi.
*      Alat komunikasi yaitu metode pengambilanb informasi dari responden dengan merekam, sehingga data yang diperoleh lebih objektif dan reliable atau waktu yang dibutuhkan dalam menginterprestasinya lebih singkat.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Masyarakat Desa Tanete ramah akan orang pendatang, hal ini terbukti dengan kesediaan mereka untuk memberikan tempat tinggal selama penelitian berlangsung. Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarkat Desa Tanete, diketahui bahawa mata pencaharian di desa ini dominan sebagai peternak tapi ada juga mesyarakat yang bertani dan sebagai tukang kayu.
4.1.1 Umur
Umur merupakan salah satu indikator kemampuan fisik seseorang. Seseorang yang memiliki umur lebih muda cenderung akan memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dari pada mereka yang memiliki umur yang lebih tua. Umur seorang dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja, sebab umur erat kaitannya dengan kemampuan kerja serta pola pikir  dalam menentukan bentuk serta pola manajemen yang diterapkan dalam usaha.
Klasifikasi responden berdasarkan tingkat umur yang ada di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae dapat dilihat pada tabel berikut :



Tabel 4 Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Umur
No
Tingkat Umur (Tahun)
Jumlah Responden
Persentase (%)
1
2
3
4
5
29 – 39
40 - 50
51 - 60
61 - 70
71 – 80
1
3
-
1
-
20
60
-
20
-

Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten    
          Sidrap, 2012

Dari table 4 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata pekerja di Desa Tanete Berkisar 40 – 50 tahun, dimana umur itu mrupakan umur yang produktif. Begitu pun dengan umur 37 tahun.  Sedangkan umur yang tertua hanya satu orang yaitu H. Sainong 65 tahun ini disebabkan karna masyarakat pekerja di desa Tanete masih mampu mengelola usaha dan pekerjaannya masing-masing.
4.1.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin seseorang akan dapat berdampak pada jenis pekerjaan yang  digelutinya. Produktivitas kerja seseorang dapat pula dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Adanya perbedaan fisik antara laki-laki dengan perempuan tentunya akan berdampak pada hasil kerjanya.
Klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin yang ada di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae dapat dilihat pada tabel berikut :



Tabel 4 Klasifikasi Responden Berdasarkan jenis kelamin

No
Jenis Kelamin
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
2
Laki-laki
Perempuan
5
-
100
-
Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten   
   Sidrap, 2012

Dari tabel 5 diatas dapat dijelaskan bahwa semua responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 5 orang atau sebesar 100%. Sedangkan responden perempuan tidak ada atau sebesar 0%. Hal ini terjadi karena usaha ini membutuhkan tenaga kerja, namun tidak menutup kemungkinan bagi kaum perempuan juga mampu melakukannya, mamun dalam pengambilan responden saya tidak mendapatkan responden perempuan.
4.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan hidup masyarakat dalam menunjang kehidupannya sehari-hari agar dapat membiayai segala kebutuhan baik sandang, pangan dan papan. Adapun pekerjaan masyarakat di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae dapat dilihat pada tabel berikut :




Tabel 7. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No
Jenis Pekerjaan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
2
3
4
Tukang kayu
Wiraswasta
Petani
Peternak
1
1
1
2
20
20
20
40
Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten
    Sidrap, 2012.

Dari tabel 6 diatas  dapat dijelaskan bahwa pekerjaan yang digeluti responden sebagain besar adalah peternak yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 40%.  Hal ini hal ini di sebabkan potensi peternak di Desa Tanete cukup tinggi.
4.1.4 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu jenis pekerjaan atau tanggung jawab. Dengan latar belakang pendidikan seseorang dianggap mampu melaksanakan suatu pekerjaan tertentu atau tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan yang ada di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 7. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
2
3
SD
SMP
SMA
2
2
1
40
40
20
Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten
   Sidrap, 2012.
Dari tabel 7 diatas dapat dijelaskan bahwa keadaan responden di Desa tanete Kecamatan Maritengngae berdasarkan tingkat pendidikan yaitu mulai dari SD sampai SMA. Responden terbanyak adalah dengan tingkat pendidikan SD  dan SMP dengan jumlah 2 orang pada masing-masing tingkat pendidikan.  Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk desa Tanete itu masih rendah.
4.1.5 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang dimiliki oleh responden di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae. Anggota keluarga tersebut baik keluarga inti maupun keluarga batih. Anggota keluarga yang dimiliki dapat memberikan dampak positif dalam pekerjaan karena anggota keluarga yang dimiliki tersebut dapat digunakan sebagai tenaga kerja.
Klasifikasi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Desa Tanete  Kecamatan Maritengngae dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 8. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga.

No
Jumlah Tanggungan (Orang)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
2
1 - 5
6 -10
5
-
100
-
Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Desa Tanete Kecematan Maritengngae Kabupaten
     Sidrap, 2012.

Dari tabel 8 diatas menjelaskan bahwa keadaan responden di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae berdasarkan jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki yaitu antara 1 sampai 5 orang.  Jumlah  responden terbanyak yaitu responden yang memiliki tanggungan 1 sampai 5 orang sebanyak 5 orang atau 100%.  Sebagian besar pekerja di Desa Tanete Kecamatan Maritengngae menggunakan anggota keluarga sebagai tenaga kerja.  Sehingga banyaknya anggota keluarga dapat mengurangi biaya tenaga kerja karena anggota keluarga dapat membantu dalam pekerjaan.
4.2.Kasus yang diangkat
Dari beberapa responden yang telah diwawancarai dengan berbagai tingkat perbedaan dalam masyarakat di Desa Tanete kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap diperoleh kasus sebagai berikut :
4.2.1   Tidak mengikuti organisasi atau lembaga
Menurut H. Sainong (65 tahun) dan Abdul Halik (41 tahun) alasan mereka tidak mengikuti organisasi atau lembaga yaitu mereka sibuk dengan mengurus usaha ternaknya, selain itu mereka juga tidak memiliki anak buah (pembantu dalam usaha ternak) karena mereka sulit dalm mempercayai orang lain. Disamping itu usaha ternak yang dia miliki dalam skala besar.
4.2.2   Sulitnya masuk bantuan berupa pupuk ke penduduk
Menurut Baharuddin (37 tahun) adalah seorang petani. Tujuan utama ia memasuki organisasi yaitu kelompok tani untuk mendapatkan bantuan berupa pupuk. Tetapi didalam organisasi atau lembaga ada terdapat kendala yaitu sulitnya masuk bantuan pupuk ke penduduk. Sulitnya masuk pupuk tersebut di karenakan organisasi tersebut tidak menyampaikan atau menginformasikan kepemerintah daerah. Adapun alasan mereka tidak menyampaikannya ke pemerintah daerah yaitu semua anggota di dalam organisasi tersebut sibuk dengan usaha mereka masing-masing.
4.3      Pembahasan Kasus


















DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin.2011.Teori”Pertukaran Sosial” dalam interaksi social oleh George C,Homans.http://auetmasterofeducation.blogspot.com/2011/09/analisis-teori-pertukaran-sosial-george.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012
Khasanalmuza.2011. Teori Pertukaran Sosial. http://khasanalmuza.blogspot.com/2011/12/pertukaran-sosial.html. Diaksses pada tanggal 01 April 2012
Poloma, Margaret,M.2003.Sosiologi Kontemporer.Jakarta : PT Raja Gravinado Persada.
Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Petelur. Jakarta : Penebar  Swadaya.

Soerjono, Soekanto. 1990. Sosiologi : Suatu  Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Yunindyawati.2012.Teori Pertukaran.
          http://Sosiokta sosio,blogspot.com/2012/12/02/teorti pertukaran.html. Diakses pada tanggal  28 Maret 2012.